Sabtu 20 Jan 2018 18:30 WIB

Soal RKUHP, Pakar: KPK Boleh Tindak Sektor Swasta

Anggapan bahwa ranah penindakan KPK tak sampai ke sektor swasta keliru

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai korupsi di sektor swasta termasuk ranah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK memiliki tugas untuk menindak berbagai pihak yang berada di pusaran korupsi penyelenggara negara dan aparat penegak hukum.

"(Yang berwenang ditindak KPK adalah) penyelenggara negara, penegak hukum, dan pihak-pihak terkait korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan penegak hukum, termasuk pihak swasta," kata dia kepada Republika.co.id, Sabtu (20/1).

Fickar menjelaskan, pihak yang terkait korupsi penyelenggara negara dan penegak hukum, itu bisa dari kalangan apa saja, termasuk swasta. Karena itu, menurutnya, anggapan bahwa ranah penindakan KPK tidak sampai pada sektor swasta, keliru. Aturan mengenai ranah penindakan KPK diatur di dalam pasal 11 UU 30/2002 tentang KPK.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sesuai jadwal ditargetkan selesai pada masa persidangan Februari ini. Pasal tindak pidana korupsi sektor swasta menjadi salah satu pasal yang disepakati masuk ke dalam RKUHP.

Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP dari Fraksi PPP Arsul Sani sebelumnya mengungkapkan pasal tersebut akan mengatur penindakan korupsi sektor swasta hanya dapat dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan, bukan KPK. Sebab UU KPK mengatur bahwa penindakan KPK hanya fokus pada korupsi yang dilakukan penyelenggara negara.

"Hanya polisi dan kejaksaan karena UU KPK itu sekarang mengatur tindakan Tipikor oleh penyelenggara negara. Harap digarisbawahi penyelenggara negaranya," ujar Arsul.

Namun, menurut Fickar, langkah DPR melalui RKUHP itu menunjukan keinginan untuk mengurangi kewenangan KPK. Bahkan, ia menilai langkah DPR tersebut licik dan menggambarkan adanya ketakutan.

"DPR lupa bahwa ada kalimat yang menyatakan "juga pihak-pihak lain yang terkait dengan pejabat publik," papar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement