REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus kematian akibat demam berdarah di Kota Yogyakarta pada tahun ini meningkat dibanding tahun sebelumnya karena hingga pertengahan tahun sudah ada lima kematian yang diduga diakibatkan oleh penyakit tersebut.
"Sepanjang 2013 tercatat ada lima kematian dan hingga pertengahan tahun sudah ada lima kasus kematian akibat demam berdarah (DB)," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Citraningsih di Yogyakarta, Rabu (11/6).
Menurut Citra, dari lima kasus kematian tersebut, tiga di antaranya sudah diaudit dan dipastikan disebabkan oleh penyakit yang disebabkan infeksi virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk aedes, khususnya aedes aegypti.
Ketiga warga Kota Yogyakarta yang meninggal dunia tersebut adalah anak-anak berusia kurang dari 16 tahun. "Dua kasus kematian lainnya sedang diaudit," katanya.
Kasus kematian meningkat karena faktor keterlambatan penanganan awal penyakit sehingga pasien mengalami kebocoran plasma. "Pasien mencoba mengobati sendiri," katanya.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta hingga awal Juni, tercatat sebanyak 201 kasus demam berdarah yaitu Januari 19 kasus, Februari 33 kasus, Maret 38 kasus, April 52 kasus, Mei 54 kasus dan awal Juni lima kasus.
Lima kecamatan dengan kasus DB terbanyak adalah Umbulharjo 49 kasus, Gondokusuman 24 kasus, Mantrijeron 22 kasus, Mergangsan 16 kasus dan Jetis 14 kasus.
"Jumlah kasus meningkat dari bulan ke bulan. Berdasarkan pola kasus DB dalam lima tahun terakhir, puncak kasus biasanya terjadi pada Juni. Namun kami berupaya agar kasus tidak semakin banyak," katanya.
Upaya yang dilakukan di antaranya adalah menjalankan prosedur pengasapan atau "fogging" di wilayah yang terjadi penularan DB, menggalakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di dalam dan luar rumah, serta membagikan abate secara selektif.