REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Lambatnya Partai Demokrat menentukan sikap terkait koalisi mengundang kritikan. Direkrut Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, Demokrat kehilangan momentum lantaran tidak juga menetapkan pemenang calon presiden (capres).
Hal itu berimbas pada peluang Demokrat yang hampir terkunci dalam pemilihan presiden (Pilpres) pada 9 Juli mendatang. "Kalau tidak cepat-cepat Demokrat hanya menjadi penonton. Daya tawarnya semakin rendah," kata Djayadi dalam diskusi 'Menimbang Konvensi dam Arah Koalisi Partai Demokrat' di Jakarta, Kamis (15/5).
Djayadi menilai, gerakan partai berlambang bintang mercy itu sudah kurang relevan ketika paling akhir menetapkan capres. Pasalnya, perolehan suara sebanyak 10 persen dan berada di peringkat keempat membuat Demokrat harus kehilangan peluang melanjutkan kekuasaan.
Apalagi, tinggal Partai Golkar yang bisa diajak koalisi. Kalau partai berlambang beringin itu jadi memutuskan mendukung Jokowi, menurut dia, Demokrat malah tidak mendapat apa-apa. Kendala lain juga muncul lantaran capres Golkar tidak menjual. Alhasil, kata dia, Demokrat berada dalam situasi pelik.
"Pilihan Demokrat sekarang sangat terbatas, dari segi kursi dengan Golkar masih cukup. Menjadi penonton bisa saja, tapi itu agak lucu," ujar Djayadi.
Dia menyatakan, pembuatan poros baru sudah sangat sulit direalisasikan. Karena itu, Demokrat hanya tinggal berharap untuk biss merapat ke koalisi yang digawangi Partai Gerindra. "Ditawarkan dengan Prabowo masih mungkin, asalkan bisa berdiskusi dengan Pak Hatta."
Wakil Sekjen Demokrat, Ramadhan Pohan mengatakan, peta politik bisa terus berubah. Dia melihat, peluang semua parpol masih bisa hidup dan memungkinkan untuk bermanuver. Terbukti, hingga kini Jokowi dan Prabowo masih belum menetapkan cawapres.
Kunci semua koalisi, kata dia, bakal final dan tidak berubah pada 18 Mei mendatang. Sebelum masa itu, setiap pimpinan parpol masih terus melakukan komunikasi politik yang menandakan semakin relevan bahwa memungkinkan arah koalisi berubah.
"Politik Indonesia itu injury time. Hingga kini belum ada satu partai yang terkunci, masih berkembang terus," kata Ramadhan.