REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang diberlakukan mulai Januari 2015 akan menjadi tantangan bagi presiden terpilih ke depan. Sebab, Indonesia dinilai belum siap menghadapi persaingan khususnya di sektor industri lokal dan ketenagakerjaan.
Pengamat Ekonomi Politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Dahnil Anzar mengatakan, siapapun presiden terpilih mendatang akan dihadapkan oleh fakta dengan ketidaksiapan masyarakat Indonesia menghadapai MEA. "Bisa saja presiden terpilih bisa 'KO'," katanya dalam pesan singkat yang diterima Republika, Senin (5/5).
Dia menjelaskan, industri lokal dan ketenagakerjaan merupakan dua sektor yang paling terancam. Industri lokal, kata dia, dipastikan akan kalah bersaing dengan negara ASEAN yang lain. Hal itu lantaran ekonomi biaya tinggi yang harus dihadapi pengusaha lokal membuat produk mereka menjadi tidak kompetitif dengan produk negara ASEAN yang lain.
Di sektor ketenagakerjaan, kata dia, tenaga kerja di Indonesia keterampilannya masih di bawah negara lain. Menurutnya, lebih dari 50 persen tenaga kerja dalam negeri hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Hal itu akan menjadikan tenaga kerja di Indonesia sulit bersaing dengan negara ASEAN lain.
Dia menambahkan, pertanian di Indonesia juga akan kian terpuruk bila tidak diperhatikan dengan serius oleh presiden terpilih nantinya. Sebab, komoditi pertanian dalam negeri dipastikan akan kalah saing dengan Thailand dan Vietnam. Komoditi pertanian kedua negara tersebut dipastikan akan menyerbu pasar Indonesia.
Menurut Dahnil, Indonesia hanya siap dua hal terkait pemberlakuan MEA ini. Pertama, kata dia, Indonesia hanya pasar bagi produk dan komoditi negara-negara ASEAN lain. "Kemudian yang kedua kita hanya sebagai penyedia tenaga kerja kasar atau TKI-TKW yang dikirim bekerja di negara-negara ASEAN lainnya," ujarnya.