Ahad 06 Apr 2014 09:44 WIB

Pengelolaan Perikanan Dinilai Masih Pro-Asing

 Aksi peringatan Hari Perikanan Sedunia di Bundaran HI, Jakarta, Kamis (21/11).  (Republika/ Tahta Aidilla)
Aksi peringatan Hari Perikanan Sedunia di Bundaran HI, Jakarta, Kamis (21/11). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai pengelolaan sumber daya perikanan dan sektor kelautan nasional masih pro-asing, padahal mestinya mengutamakan perlindungan dan pemberdayaan nelayan tradisional.

"Kebijakan pengelolaan sumber daya laut sudah kebablasan dengan campur tangan asing," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Ahad (6/4).

Menurut dia, kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan nasional mengarah kepada praktik liberalisasi sehingga pihak asing bisa leluasa. "Sebaliknya, nelayan tradisional cenderung didiskriminasi sehingga perlu adanya koreksi terhadap kebijakan nasional terkait dengan perlindungan dan pemberdayaan nelayan," katanya.

Ia menegaskan agar implementasi program perlindungan dan pemberdayaan nelayan jangan hanya sekadar basa-basi, apalagi menciptakan relasi ketidakadilan ala kolonial antara pemilik modal dan buruh.

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kiara, campur tangan asing yang mencolok adalah pihak asing diberi keleluasaan untuk memanfaatkan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya.

Hal itu tertuang dalam Pasal 26A ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

"Padahal sudah ada koreksi dari Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010 Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ucapnya.

Untuk itu, menurut Abdul Halim, jelas bahwa amanah UUD 1945 dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan diselewengkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement