Ahad 26 Jan 2014 07:46 WIB

'Hakim MK Sebaiknya Dilaporkan ke Dewan Etik'

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Djibril Muhammad
 Aksi di depan Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta/ilustrasi  (Republika/Tahta Aidilla)
Aksi di depan Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta/ilustrasi (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan judical review UU Nomor 42 Tahun 2008 agar penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) serentak diniali terlambat.

Selain itu, pembacaan surat jawaban atas pemohon judicial review ini dipandang janggal karena baru dilakukan satu tahun setelah putusan dikeluarkan.

 

Atas kejanggalan ini, pakar hukum tata negara Refly Harun, menyarakan agar Effendi Ghazali bersama Aliansi Masyarakat Sipil sebagai pihak pemohon melakukan langkah tegas. Menurut Refly, hakim MK dapat diadukan ke Dewa Etik terkait adanya penundaan pembacaan putusan yang sangat berdampak ini.

 

"Adukan, laik diadukan agar muncul penjelasan kepada publik alasan di balik penundaan pembacaan ini," ujar Refly dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Sabtu (25/1).

 

Refly melihat, pembacaan putusan terlambat ini membuat kemungkinan Pemilu serentak tak dapat dilaksanakan di tahun 2014. Padahal, bila dibacakan sebelum momen Pemilu 2014 telah dekat, maka aplikasi dari putusan itu dapat diterapkan di tahun ini.

 

"Ini kan tiba-tiba jadi sesuatu yang bersifat skacal karena diduga ada permainan. Dengan membuat laporan akan membuat semuanya jelas," ujarnya.

 

Lebih lanjut Refly menilai pembacaan putusan yang terlambat ini sebagai wujud ketidakprofesionalan MK dalam menjalankan fungsinya. Dia mengatakan, seharusnya putusan dengan taraf yang sangat menentukan dunia perpolitikan Indonesia ini dapat diumumkan jauh-jauh hari.

 

"Sekarang sudah terlambat (untuk diterapkan) ya meskipun bisa nanti di 2019, tapi ini pemohon (Aliansi Masyarakat Sipil) lebih laporkan hakim MK," ujar nya.

 

Seperti diketahui, Aliansi Masyarakat Sipil mengajukan permohonan kepada MK tahun lalu agar melakukan judicial review untuk membuat Pileg dan Pilpres serentak. Permintan dikabulkan sejak tahun lalu namun putusannya baru dibacakan pada 23 Januari kemarin. Akibatnya, Pileg dan Pilpres baru dapat dilakukan serentak lima tahun lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement