REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Politik uang merupakan biang keladi korupsi. Pernyataan itu disampaikan caleg dari PDI Perjuangan, Soeyoeno, di Banjarmasin, Ahad (11/3).
"Apalagi dalam politik uang tersebut sampai mengeluarkan dana miliaran rupiah tentu akan berpikir bagaimana cara mengembalikan uangt yang sudah keluar begitu banyak itu," ujarnya.
Menurutnya, pemikiran itu bisa menimbulkan perbuatan negatif, seperti perbuatan korupsi. "Minimal untuk mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan selama mencalon anggota legislatif (mencaleg)," tuturnya.
Sebab, menurut anggota DPRD Kalsel itu, gaji anggota legislatif tingkat provinsi masih relatif kecil, terutama untuk yang bisa di bawah ke rumah (take home fee) hanya belasan juta rupiah.
"Kalau kita perhitungkan take home fee per bulan Rp 15 juta, berarti selama lima tahun Rp 900 juta. Jumlah tersebut jangan untung, untuk kembali modal saja belum," tutur politikus senior PDI Perjuangan itu.
Karenanya, pria yang akrab disapa Mbah Yoeno itu kembali mencalon sebagai anggota DPRD Kalsel pada Pemilu 2014. Ia berjanji tidak akan melakukan 'money politic'.
Calon anggota DPRD Kalsel berusia 71 tahun itu, kalau ingin cari duit atau mencari untung, tempatnya bukan sebagai anggota Dewan, tapi pemborong atau usaha bisnis lain.
"Di Dewan hanya untuk pengabdian melalui jalur kekuatan politik, seperti mempejuangan aspirasi rakyat atau konstituen," tutur calon anggota DPRD Kalsel dari daerah pemilihan (dapil) VII itu.
"Seperti saya ini kan pemborong. Jadi kalau mau cari duit atau untung, keliru menjadi anggota DPRD Kalsel, mungkin lebih baik tetap menekuni sebagai pemborong," tutup Mbah Yoeno.
Pada Pemilu 2014, Kalsel yang terdiri 13 kabupaten/kota itu terbagi tujuh dapil, dan dapil VII meliputi Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut (Tala).