REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari menilai Perppu Mahkamah Konstitusi pascapenghapusan frasa dalam konsiderans huruf b tidak dalam keadaan darurat (emergency) lagi.
"Begitu frasa 'akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian yang tercela dari hakim konstitusi' didrop, hilang 'emergency' sebagai justifikasi perpu," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Ahad (27/10).
Eva mengatakan hal itu menjawab pertanyaan terkait dengan penghapusan frasa dalam konsiderans huruf b draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perpu MK).
Semula, konsiderans huruf b dalam draf Perpu MK yang dikirim oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana kepada sejumlah jurnalis memuat frasa itu dengan maksud agar wartawan segera mengetahui isinya.
"Awalnya draf awal itu pada posisi resmi, disebarkan kepada 'journalist'. Maksudnya baik supaya segera dibaca," kata Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) DPR RI.
Namun, hakim-hakim MK protes pada konsiderans b yang mengindikasikan semua hakim konstitusi rusak. Walapun kemudian, Eva melanjutkan, Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) memang menyoal lima hakim harus tanggung jawab juga.
Denny pun setuju koreksi, kemudian didrop dengan alasan belum dicantumkan pada Lembaran Negara meski dalam draf Perppu MK itu (yang diterima oleh wartawan) ada frasa "Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 167".
Denny juga menegaskan bahwa indikator sah dan resminya perpu setelah di Lembaran Negara.
Bunyi konsedarans b draf Perppu MK, "Bahwa untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia, serta untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi menegakkan Undang-Undang Dasar, akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian yang tercela dari hakim konstitusi, perlu dilakukan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi."
"Jadi, menurut saya, perpu itu sembrono, dipaksakan sehingga lemah untuk diterima DPR, terutama proses hukum yang sudah jalan mengapa ditindih proses politik?" kata Eva yang juga calon anggota DPR RI periode 2014-2019 asal Daerah Pemilihan Jawa Timur VI.
Lebih lanjut Eva mengatakan, "Apalagi isi Perpu MK tentang tim panel yang mengebiri hak DPR, pasti ditolaklah karena soal pengawasan MK bisa dimasukkan ke revisi UU MK. Artinya, tidak mendesak."