REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana Prof Yohanes Usfunan menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2013 bertujuan melegitimasi dan memperkokoh kedudukan hakim-hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
"Perppu itu secara transparan akan melakukan perekrutan terhadap hakim MK, sehingga bisa terselenggara secara obyektif sekaligus menjamin kepastian hukum," kata Usfunan yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Udayana itu di Denpasar, Ahad (27/10).
Mantan anggota tim pakar seleksi Hakim Agung RI dan Komisi Yudisial RI itu, menjelaskan bahwa seleksi hakim MK sebelumnya terkesan sarat dengan muatan kepentingan politik.
Kondisi demikian itu, kata dia, memberikan peluang kepada oknum-oknum politikus untuk menjadikan profesi hakim konstitusi maupun hakim agung sebagai pilihan spekulatif.
Dengan demikian, kata dia, mengakibatkan sulit mencari hakim MK yang memiliki integritas kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan, sebagaimana diinginkan dalam Pasal 24C Ayat (5) UUD 1945.
"Hakim-hakim MK yang cenderung 'menolak' pengawasan dari lembaga Komisi Yudisial ataupun dari institusi lain memosisikan hakim-hakim MK semakin lupa terhadap konsekuensinya," kata Usfunan yang meniti karier dari wartawan itu.
Suami dari Judith Usfunan Bana yang pernah berperan menyelesaikan naskah akademik Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, RUU Komisi Yudisial, RUU Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi itu, menilai Perppu Nomor 1 tahun 2013 tentang MK itu secara hakiki bertujuan menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia.
Selain itu, katanya, mengembalikan kepercayaan publik terhadap MK sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi menegakkan UUD.
"Asas legalitas dalam negara hukum mewajibkan bahwa segala tindak tanduk pejabat negara harus diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kemerosatan integritas dan kepribadian yang tercela dari mantan Ketua MK Akil Mochtar itulah menjadi kriteria ihwal kepentingan yang mendesak," ujar Usfunan.