REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Musim tanam gadu di golongan air tiga, mengalami kemunduran sampai 1,5 bulan. Kemunduran tersebut, penyebabnya karena minimnya buruh tani.
Selama ini, para petani sering memanfaatkan jasa buruh tani. Namun, sekarang ini minat warga untuk jadi buruh tani mengalami penurunan.
Ijam Sujana, petani asal Desa Dayeuh Luhur, Kecamatan Tempuran, mengaku, petani kesulitan mencari buruh tani. Terutama, buruh untuk tandur (tanam padi). Akibat tidak adanya buruh tandur ini, musim tanam gadu pertama mengalami keterlambatan.
"Pasokan air banyak, tapi kalau tidak ada yang tandur, masa tanam jadi mundur juga," ujarnya, kepada Republika, Selasa (9/7).
Persoalan buruh tandur ini, jadi masalah tersendiri. Petani, keluhkan masalah ini ke kelompok tani nelayan andalan (KTNA) tingkat kecamatan dan kabupaten. Tujuannya, supaya ada solusi. Sebab, petani di Karawang belum siap bila peran buruh tandur digantikan oleh mesin.
Aduan para petani ini, diharapkan didengar pemerintah. Terutama, dinas terkait. Sebab, Ijam melanjutkan, bila masalah ini dibiarkan, petani akan kesulitan tanam sesuai jadwal. Sebab, tidak ada yang mau bekerja membantu petani. Biar bagaimanapun juga, peran buruh tandur ini sangat penting.
"Kami ingin, segera ada solusi. Misalkan, kampanyekan soal kebutuhan tenaga kerja di sektor pertanian," ujarnya.
Ijam menyebutkan, sebenarnya upah bagi buruh tani ini lumayan. Sebab, untuk biaya tanam, minimalnya petani harus mengeluarkan uang sebesar Rp 2.250.000 per hektare. Dengan rincian, Rp 750 ribu untuk sewa traktor.
Kemudian, Rp 750 ribu untuk proses pemopokan dan perataan galeng sawah. Selanjutnya Rp 750 ribu untuk upah rombongan buruh tandur.
Dulu, rombongan buruh tandur ini bisa mencapai 30 orang. Rombogan ini, bisa menyelesaikan tanam seluas sehektare dalam sehari. Akan tetapi, saat ini buruh tandur maksimalnya tinggal 13 orang. Itupun, harus mengantri dengan petani lainnya untuk bisa memanfaatkan jasa buruh tersebut.
"Dengan jumlah buruh yang sedikit, maka proses tanam semakin lama. Bisa sampai dua-tiga hari dalam sehektare," katanya menjelaskan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan dan Peternakan Kabupaten Karawang, Kadarisman, mengaku, sampai saat ini dari luasan sawah 97 ribu hektare, yang mengalami keterlambatan tanam mencapai 20 ribu hektare.
Keterlambatan ini, mayoritas ada di golongan air dua dan tiga. Alasannya, karena di wilayah itu kekurangan buruh tanam.
"Solusinya, petani harus mulai kenal dengan alat (mesin) tanam. Karena, di wilayah itu susah mencari warga yang mau jadi buruh tandur," katanya menjelaskan.
Dengan begitu, ke depan pihaknya akan mengusulkan ke Kementerian Pertanian, supaya ada bantuan alat tanam untuk Karawang. Minimal, pemerintah mengenalkan alat tersebut. Supaya, petani mau menggunakannya.