Selasa 19 Mar 2013 20:06 WIB

Yusril: Perilaku yang Salah, Bukan UU Terorisme

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
   Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme Komnas HAM Siane Indriani memperlihatkan video kekerasan Densus 88 saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (18/3).  (Republika/Yasin Habibi)
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme Komnas HAM Siane Indriani memperlihatkan video kekerasan Densus 88 saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (18/3). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra membantah undang-undang terorisme yang dibuat pada saat ia menjabat memiliki kelonggaran soal aturan interograsi.

Menurut Yusril, anggapan kelonggaran aturan interograsi yang bisa diterjemahan Densus 88 sebagai penyiksaan bukan salah undang-undang, tetapi penerapan di lapangan oleh Densus sendiri.

“Gak ada yang salah dalam undang-undangnya. Ga ada yang perlu diuji materi. Kalau memang terjadi penyiksaan itu masalah penerapan saja. Itu perilaku mereka (Densus) yang salah,” kata Yusril saat dihubungi Republika, Selasa (19/3).

Yusril mengatakan, undang-undang terorisme itu awalnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk mengatasi masalah bom bali pada 2001. Ia menyusun aturan-atruan itu dengan cara yang paling aman dan sangat menjunjung tinggi HAM.

Soal pemeriksaan dan interograsi pun, tetap mengacu kepada KUHAP. Sehingga, ia menegaskan bahwa dalam undang-undang tidak mungkin ada kelonggaran yang membuat pihak penegak hukum melakukan penyiksaan.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah selesai melakukan sebuah investigasi pada video dengan aksi kekerasan yang diduga dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88. Video berdurasi delapan menit ini menampilkan adegan kekerasan sejumlah oknum Polri saat melakukan penangkapan terduga teroris pada tahun 2007.

 

Hasilnya, Komnas HAM menegaskan, oknum aparat keamanan yang berada dalam video tersebut adalah Densus 88. Kesimpulan dari Komnas HAM ini sektika mematahkan pernyataan Polri yang menegaskan dalam video tersebut tak ada anggota Densus 88 yang terlibat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement