REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2013 tentang Keamanan sudah berdasarkan undang-undang yang berlaku. Penegasan tersebut disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto.
Hal itu dikatakan dia dalam konferensi pers usai Rapat Kerja Pemerintah 2013 menanggapi kekahwatiran terjadinya tumpang-tindih kewenangan penanganan keamanan dalam inpres tersebut.
"Inpres itu tidak akan keluar dari UU, dan mengacu banyak UU. Dua yang utama UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jadi, tidak akan keluar dari UU, jangan diartikan macam-macam," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa inpres itu akan mendukung lebih lanjut dari amanat UU. Misalnya, dalam UU Penanganan Konflik Sosial Pasal 9 menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban meredam potensi konflik dalam masyarakat.
Selain itu, juga dalam UU Pemerintahan Daerah yang mewajibkan kepala daerah untuk memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Inpres tersebut diterbitkan, kata Menko Polhukam, guna meningkatkan efektivitas penangan konflik sosial secara terpadu. Hal ini didasarkan pada evaluasi sebelumnya masih banyak konflik sosial yang terjadi belum tertangani secara tuntas.
Akibatnya, banyak pihak dan tokoh yang menuding pemerintah melakukan pembiaran. Meskipun, pemerintah tidak pernah melakukan pembiaran terhadap konflik yang terjadi di mana pun.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rapat Terbatas Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Senin (7/1), di Istana Bogor, menyoproti masalah gangguan keamanan 2012 yang dinilai masyarakat belum tuntas dan seolah-olah pemerintah melakukan pembiaran.
"Apa yang berkali-kali saya sampaikan masih ada kesan masyarakat (bahwa) negara melakukan pembiaran, ada penilaian dari masyarakat ada keterlambatan dan tidak tuntas untuk mengatasi gangguan keamanan," katanya.