Selasa 01 Jan 2013 10:29 WIB

Kesenjangan Antarkelas di Jatim Kian Lebar

Logo PDIP (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Logo PDIP (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Fraksi PDIP DPRD Jawa Timur menilai kesenjangan antarkelas kian lebar, karena kesenjangan sosial dalam dua tahun terakhir naik yakni 0,29 pada tahun 2009, 0,31 pada tahun 2010, dan 0,34 pada 2011.

"Trend atau kecenderungan itu menunjukkan bahwa yang kaya makin kaya, sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin di Jawa Timur makin lama makin besar," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, H Ali Mudji, dalam Evaluasi Akhir Tahun di Surabaya, Selasa (1/1).

Bahkan, pada daerah perkotaan, indeks itu sudah mencapai angka 0,36. "Angka ini sudah tergolong level menengah. Artinya, tingkat kesenjangan daerah perkotaan di Jawa Timur sudah mengkhawatirkan," katanya.

Selain kesenjangan sosial, indikator negatif pembangunan juga terlihat pada pertanian, pengangguran, kemiskinan, pendidikan, infrastruktur, ekspor-impor, investasi, belanja pegawai, belanja modal, hingga pasar Puspa Agro.

"Jadi, slogan pemerintah provinsi untuk pro-poor masih jauh dari kenyataan, karena kesenjangan sosial, kemiskinan, dan pengangguran masih meningkat, bahkan sektor pertanian makin terpuruk," katanya.

Di sektor pertanian justru menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu minus 12,25 persen, karena itu struktur kontribusi PDRB sektor pertanian pada periode Januari-September 2012 relatif masih rendah, yaitu 16,45 persen.

"Padahal, data per Agustus 2012 mencatat sektor pertanian masih menjadi tempat bekerja 7,47 juta warga Jawa Timur atau 39,16 persen dari jumlah penduduk yang bekerja," katanya.

Selain itu, indikator NTP atau Nilai Tukar Petani Provinsi Jawa Timur masih terendah dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Data November 2012 menunjukkan NTP Jawa Timur sebesar 103,25.

"Itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan NTP tertinggi di Pulau Jawa yaitu Provinsi Yogyakarta sebesar 117,26, bahkan NTP Jawa Timur juga di bawah rata-rata nasional yaitu 105,72," katanya.

Tidak hanya itu, dua sub-sektor, yaitu Tanaman Perkebunan Rakyat dan Peternakan, NTP-nya juga masih di bawah 100, yaitu 97,82 dan 97,44. "Artinya, warga Jawa Timur yang bekerja di sub-sektor, kesejahteraannya saat ini justru lebih buruk dibandingkan dengan lima tahun lalu (2007) yang NTP-nya 100," katanya.

Hal itu juga diperburuk dengan menurunnya jumlah warga yang bekerja. Pada tahun Februari 2010, jumlah yang bekerja di Jawa Timur mencapai 19,61 juta. Pada Februari 2011, jumlahnya merosot menjadi 19,40 juta dan kembali makin merosot menjadi 19,01 juta pada Februari 2012. "Artinya, pengangguran meningkat," katanya.

Oleh karena itu, persentase angka kemiskinan di Jawa Timur pun masih lebih tinggi dari rata-rata kemiskinan di tingkat nasional. Pada bulan Maret 2012, penduduk miskin Jawa Timur masih sebanyak 13,40 persen atau 5,071 juta. 

"Angka ini memang sudah turun, tapi masih relatif jauh di bawah angka nasional," katanya.

FPDIP Jatim juga mencatat anggaran pendidikan pada APBD Jawa Timur 2012 masih di bawah 20 persen. Hasil evaluasi sesuai Surat Mendagri Nomor 903-836 tahun 2011, disebutkan bahwa persentase alokasi anggaran bruto fungsi pendidikan pada APBD murni 2012 adalah sebesar 13,49 persen atau Rp1,648 triliun dari kekuatan APBD murni Jatim 2012 yang besarnya mencapai Rp12,214 triliun.

"Meskipun demikian, sampai sekarang Pemerintah Provinsi tetap bersikeras menggunakan penghitungan anggaran netto yaitu belanja setelah dikurangi DAK, bagi hasil, cukai, dan DID, sehingga menghasilkan angka di atas 20 persen," katanya.

Ia menambahkan indikator buruk juga terlihat kondisi infrastruktur jalan, ekspor dan impor, kontribusi investasi pada PDRB, rasio belanja pegawai pada APBD Jawa Timur 2012 yang tinggi, dan rasio belanja modal pada APBD Jawa Timur 2012 yang rendah. 

"Pasar Puspa Agro yang hendak dijadikan ikon keberpihakan pada petani justru makin sepi," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement