REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan, menilai negosiasi ulang atas kontrak-kontrak pertambangan di Indonesia merupakan jalan terbaik menghadapi besarnya investasi asing di Indonesia.
"Patut diakui, banyak tambang-tambang besar di Indonesia dimiliki asing. Namun, kontrak itu sudah berjalan selama 20-30 tahun. Lalu mau diapakan? Apa mau direbut atau dibiarkan saja?" katanya di Semarang, Sabtu (16/6).
Hal tersebut diungkapkannya usai memberikan kuliah umum berjudul "Penguasaan Sains dan Teknologi Untuk Kemanusiaan Bangsa dan Pengentasan Kemiskinan" di Universitas Diponegoro Semarang.
Menurut dia, Indonesia akan dianggap sebagai bangsa yang primitif jika merebut tambang-tambang besar itu dari investor asing karena telah menyalahi kontrak, tidak patuh pada hukum, dan melanggar kesepakatan.
"Kalau melakukan seperti itu, merebut tambang, Indonesia pasti akan dikucilkan dunia karena dianggap sebagai bangsa yang primitif. Tidak tunduk pada tatanan hukum. Namun, kalau dibiarkan saya juga tidak setuju," katanya.
Selama ini, banyak orang yang menginginkan Indonesia seperti Bolivia yang menasionalisasi semua aset pertambangannya, seperti Korea Utara yang mandiri, atau Myanmar yang melarang asing masuk. Namun, kata dia, mereka yang menginginkan Indonesia seperti Bolivia, Korut, atau Myanmar itu tidak mau merasakan "penderitaan" yang dialami masyarakat negara itu, yakni hidup dalam kemiskinan.
Karena itu, Dahlan mengatakan bahwa langkah terbaik yang bisa ditempuh menyikapi permasalahan itu adalah dengan menegosiasi ulang kontrak-kontrak pertambangan yang selama ini dikuasai oleh investor asing. "Mari kita ajak mereka (investor asing) bicara baik-baik, dengan mempertimbangkan zaman yang sudah berubah," ujarnya.