REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi dari 40 juta KL ke 47 juta KL menyebabkan pemerintah harus menyediakan subsidi sebesar Rp 137 Triliun. Subsidi BBM itu diperkirakan akan habis pada September 2012.
Menurut Wahyudin Akbar, dari Pertamina Foundation, masalah subsidi BBM bisa diselesaikan dengan cara kreatif. Lewat cara itu, kata dia, harga BBM subsidi tak perlu naik dan bahkan negara bisa menghemat subsidi sebesar Rp 64,3 Triliun.
''Cara kreatif itu adalah dengan memasarkan BBM non subsidi (Pertamax, DEX) kepada segmen "orang mampu" yang diprediksi sharenya mencapai 80 persen,'' ujar alumus ITB angkatan 86 itu. Apalagi, kata dia, segmen "orang mampu" ini terus dipojokan sebagai segmen yang tidak berhak mendapat BBM bersubsidi melalui imbauan Pemerintah.
Berdasarkan pengalaman, kata dia, konsumsi BBM non-subsidi transportasi ini hampir stagnan pada angka di bawah 1 juta KL per tahun. ''Hebat kalau menembus 1 juta KL. Hal ini dikarenakan sensitivitas harga, terbukti saat selisih harga maksimum Rp 3.000-an dengan harga subsidi maka konsumsi cenderung meningkat,'' papar Wahyudin.
Menurutnya, apabila harga BBM non-subsidi maksimum Rp 7.500 per liter, maka segmen "orang mampu" tersebut masih memutuskan untuk membeli. Namun, kata dia, apabila di atas itu, seperti sekarang yang harga Rp 10 ribuan per liter, maka sebagian besar "orang mampu' kembali beralih ke BBM subsidi atau paling tidak mereka mencampur di tangkinya sendiri, dengan target harga campuran Rp 7.500 per liter.
Ia pun melontarkan gagasan untuk mengatasi masalah itu. Salah satu cara yang biasa dipakai memasarkan barang yang sulit, kata Wahyudin, adalah dengan mem-bundling dengan menjual barang yang mudah.
''Menjual Premium/Solar dibandling dengan Pertamax/DEX untuk segment "orang mampu". Untuk mencapai kondisi di atas, maka formula bundlingnya diusulkan 50 persen:50 persen, sehingga harga dan mutunya akan berada di tengah kedua produk tersebut. Sebagai contoh harga Premium Bundling = (4500+10.000)/2 = Rp 7.250/liter dengan RON = (88+92)/2=90,'' papar Wahyudin.
Menurut dia, jika dihitung ukuran share "orang mampu" sama dengan 47 juta KL X 80 persen yang mencapai 37,6 Juta KL. ''Berarti kita sudah mengurangi BBM bersubsidi sebesar 37,6/2 = 18,8 juta KL dengan perkataan lain dana subsidi yang bisa dihemat adalah = 18,8 juta KL x (Rp 137 T/40 juta KL) = Rp 64,39 T tanpa perlu menaikan harga BBM bersubsidi untuk kalangan non "orang mampu",'' ungkapnya.
Menurut dia, apabila solusi itu dijalankan Pertamian, maka ribut-ribut kenaikan BBM yang berdampak harga-harga naik, demo, dan kerusakannya, debat kusir politik dan warung kopi tak perlu terjadi. ''Bahkan negara kita bisa hemat subsidi Rp 64,39 Triliun.''