REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit menyatakan, Presiden harus mempertimbangkan kekuatan di parlemen jika ingin mendepak Golkar dan PKS dari koalisi. Pasalnya, kedua partai tersebut memiliki jumlah yang diperhitungkan di parlemen.
Arbi menyampaikan, jika kedua partai dikeluarkan dari koalisi, SBY harus memikirkan dukungan parlemen. Menurut dia, jika PKS yang dikeluarkan dan Gerindra yang masuk itu tidak terlalu penting. "Namun, jika Golkar keluar tapi PDI-P tidak masuk itu yang berbahaya," tegasnya kepada wartawan di DPR, Jumat (25/2).
Menurut, dia problem mendasar kepemimpinan Presiden SBY saat ini berada di kestabilan koalisi. Pasalnya, sambung dia, keputusan-keputusan politik yang diambil oleh Presiden seringkali tersandera oleh transaksi politik di antara anggota koalisi. "Makanya, SBY harus tegas membuat koalisi menjadi stabil," tukasnya
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Hasanuddin, Irmanputra Sidin, mengatakan sikap yang diambil oleh Golkar dan PKS dalam mendorong usulan pembentukan pansus angket menunjukkan bahwa kedua partai tersebut sadar akan eksistensi konstitusi. "Kedua partai itu sadar jika DPR tidak ada namanya koalisi atau oposisi dalam sistem ketatanegaraan yang juga telah diatur dalam UUD," bebernya