Rabu 23 Feb 2011 16:58 WIB

Pernyataan Dipo ALam Ancam Profesionalisme Jurnalistik

Dipo Alam
Dipo Alam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menilai pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam agar jajaran Pemerintah memboikot iklan bagi media yang menjelek-jelekan Pemerintah, justru mengancam profesionalisme jurnalistik. "Yang perlu diwaspadai adalah, ini persoalan iklan kok dihubung-hubungkan dengan berita," katanya di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (23/2).

Menurut dia, pernyataan Dipo Alam tersebut seakan-akan mengindikasikan bahwa selama ini lembaga-lembaga resmi pusat dan daerah itu memasang iklan di media massa dengan pamrih ingin mendapatkan pemberitaan yang positif. "Seakan-akan dengan menggertak media untuk tidak diberi iklan itu kemudian media-media melakukan sensor kemudian pemberitaan sudah tidak negatif, tidak ribut-ribut, iklannya diberikan, inikan konyol dalam konteks

profesionalisme media. Sesulit apapun itu dalam konteks menegakkan media sebagai ruang publik yang demokratis, itu harus dipisahkan," katanya.

Ia menambahkan, pernyataan bahwa iklan menggunakan dana pemerintah juga dinilai sangat tidak tepat. Sebab menurut dia, dalam konteks demokrasi dan reformasi, tidak ada yang namanya dana Pemerintah, namun yang ada adalah dan publik. "Dana APBN-APBD itu sebetulnya tidak bisa disebut dana pemerintah, kata dana pemerintah itu sebetulnya kata yang menjebak, APBN-APBD itu dalam konteks reformasi harus dipahami sebagai dana publik bukan dana pemerintah," katanya.

Ia menjelaskan, pemerintah sebagai wakil rakyat yang diberi mandat hanya menjadi pengelola dari dana-dana milik publik yang berasal dari pajak, kekayaan sumber daya alam, utang luar negeri dan sumber-sumber penghasilan lainnya. "Dana publik itu sudah selayaknya dialokasikan untuk kepentingan-kepentingan publik antara lain melalui media massa. Itu reduksi kalau betul dana publik sebagai dana pemerintah, seakan-akan pemerintah bisa menggunakan itu semena-mena. Itu yang harus dikoreksi," katanya.

Ia juga menilai, pernyataan investasi asing tersendat-sendat karena berita media yang berlebihan. "Itu menyesatkan, memang ada pemberitaan pers yang terlalu kritis, tapi hampir semua orang paham yang menghambat investasi itu adalah korupsi dan inefisiensi birokrasi yang membuat ekonomi biaya tinggi, semua perizinan mengandung pungli dan seterusnya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement