Rabu 26 Jan 2011 13:07 WIB

Muladi: Ketika Presiden Dikritik, Menteri Jangan Malah "Tiarap"

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Prof Muladi
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Prof Muladi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Muladi, menyarankan para menteri agar meningkatkan komunikasi politik kepada masyarakat, dalam upaya menjawab berbagai kritikan terhadap pemerintah.

"Komunikasi politik tidak hanya dilakukan oleh presiden tapi juga menteri-menteri. Jadi menteri-menteri tidak boleh 'tiarap', saat kebijakan dikeluarkan, jangan presiden sendiri yang harus berhadapan dengan masyarakat, mereka (para menteri.red) harus lebih komunikatif," katanya di Jakarta, Rabu, menanggapi isu terkait kritik yang dilontarkan para tokoh lintas agama.

Mantan Menteri Kehakiman itu juga mengemukakan, komunikasi politik diperlukan agar masyarakat tahu sejauh mana perkembangan yang telah dilakukan oleh pemerintah.

"Apa yang dilakukan, apa yang tidak dilakukan dan kendalanya apa, masyarakat harus tahu, jangan sampai dikatakan bohong, kata-kata bohong itu menurut saya keras sekali, saya juga pernah menjadi pejabat negara," katanya.

Ia menyesalkan adanya pernyataan tentang kebohongan publik oleh para tokoh lintas agama karena menggunakan kata-kata yang keras itu.

Namun demikian, menurut Muladi, pemerintah kini sebaiknya fokus untuk memperbaiki kinerja dengan memperhatikan kritik tersebut.

"Memang ada yang belum tercapai, bukan tidak sensitif tetapi tersinggung karena kata-kata yang digunakan sangat keras, berbohong. Jadi defensif, maka yang penting bagi dia harus 'straight' dalam kritik itu, laksanakan saja, mana yang bisa, mana yang tidak bisa itu dikomunikasikan pada masyarakat," katanya.

Sebelumnya, para tokoh lintas agama mengeluarkan pernyataan berisi kritik terhadap pemerintah. Hal ini membuat kontroversi di dalam masyarakat. Pemerintah menilai, tidak ada kebohongan, namun mengakui memang ada yang belum berhasil dilaksanakan.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, juga menilai, kritik yang dilontarkan para tokoh lintas agama tersebut kurang tepat karena kata "kebohongan" lebih menunjukkan bahasa politik, bukan bahasa agama.

Menurut dia, sebagai tokoh agama tidak pas bila mengkritik pemerintah menggunakan bahasa-bahasa politik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement