Jumat 01 Oct 2010 02:51 WIB

Wapres: Perdagangan Adalah Bentuk Baru Perbudakan

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Djibril Muhammad
Wapres Boediono
Wapres Boediono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Boediono menyatakan, perdagangan orang sekarang ini adalah bentuk baru dari perbudakan. Bentuk baru dari perbudakan itu, kata dia, artinya adalah perampasan hak-hak dasar dari mereka yang diperdagangkan.

Kejadian semacam itu seperti yang terjadi di masa akhir abad ke-15. Di masa itu, manusia disamakan dengan komoditas barang. Hal itu ditegaskan Wapres saat meresmikan pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang belum lama dibentuk pemerintah, di Istana Wapres, Kamis (30/9).

"Perdagangan orang ini adalah bentuk lain dari perbudakan, di mana manusia dianggap komoditas barang yang bisa diperjual belikan," tandasnya.

Oleh karena itu, perbudakan yang hanya mengejar keuntungan dan menghilangkan hak-hak dasar wanita dan anak-anak, harus diberantas dan dihilangkan dari muka bumi ini. Mereka diperlakukan seperti komoditi, seperti ternak, dan ini, menurutnya merupakan sesuatu yang melawan hati nurani siapapun, serta melawan nilai-nilai peradaban dimanapun.

Namun, sayangnya sejarah manusia seperti mengulang sejarah perbudakan yang terus terjadi. Ini, kata dia, karena manusia punya nafsu untuk menguasai hal-hal lainnya dengan cara apapun. "Dan Ini saya kira masih saja menghinggapi umat manusia sekarang ini," kata dia.

Oleh karena itu, perdagangan orang di masa sekarang ini tidak boleh terjadi lagi dan harus diberantas dan dicegah. "Perbudakan yang sekarang terjadi karena motifnya uang dan sasaranya adalah mereka yang lemah, yaitu wanita dan anak-anak. Ini tidak boleh dibiarkan baik di dunia dan di Indonesia karena melawan nilai peradaban," jelas Wapres.

Bagi Indonesia, tambah Wapres, yang perlu dilakukan adalah mencoba mengatasi sumber masalahnya. Mencari uang, katanya, memang tidak bisa dibatasi. Namun, mencari keuntungan yang sebesar-sebesarnya harus dibatasi. Tidak ada toleransi untuk hal itu (perbudakan), harus diberantas, karena juga melawan hati nurani siapapun. Sebab itu, sanksi hukuman harus benar-benar keras.

Oleh sebab itu, dengan adanya MoU provinsi untuk menangani perdagangan orang, Wapres berharap gugus tugas di masing-masing provinsi bekerja sebaik-baiknya. "Para penggiat di gugus tugas ini, lakukan semua ini dengan hati, jangan hanya dengan refleks sehari-hari," tutur dia.

Ini, menurut Boediono, merupakan pekerjaan yang menyinggung hati. Jadi ia meminta agar para penggiat mengerjakannya dengan hati. "Saya mengimbau para penggiat di gugus tugas, para gubernur, para kepala daerah saya mohon fokus penanganan perdagangan manusia ini diberikan perhatian khusus. Ini bukan tindak pidana biasa. Karena benar-benar masa depan korban sudah hilang sama sekali," imbuh dia.

Pemerintah pusat, tambah Wapres, ingin memberikan semaksimal mungkin apa yang bisa dilakukan ke gugus tugas di daerah, karena kuncinya di sana. Hal itu akan dilakukan untuk mencegah jatuhnya korban-korban baru. Pencegahan ini sangat krusial menjadi titik perhatian gugus tugas melaksanakan tugas yang mulia.

Eksploitasi ini, menurut Boediono, terjadi karena lemahnya informasi. Informasi adalah kunci, yang lemah dan mudah dieksploitasi karena informasinya kurang. "Penggiat bisa memberikan pencerahan yang jelas, itu langkah pertama yang bagus sekali," ujarnya.

Dalam acara itu, hadir lima menteri di antaranya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amaliasari Gumelar, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri Perhubungan Freddy Numberi dan Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Dharmono dan Komisaris Jenderal (Komjen) Ito Sumardi dan lainnya. Hadir pula delapan Kepala Daerah di antaranya Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement