Kamis 09 Feb 2023 16:43 WIB

Kemenkumham Soroti Tersangka Kekerasan Seksual di Jambi Mengaku Jadi Korban

Kemenkumham menanggapi pelaku kekerasan seksual di Jambi justru mengaku jadi korban.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Kekerasan Seksual (ilustrasi). Kemenkumham menanggapi pelaku kekerasan seksual di Jambi justru mengaku jadi korban.
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi). Kemenkumham menanggapi pelaku kekerasan seksual di Jambi justru mengaku jadi korban.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham menanggapi kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan perempuan berinisial NT terhadap 17 anak di Jambi. NT bersikukuh sebagai korban di kasus ini. 

Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana menyatakan kejinya tindakan kekerasan seksual hingga harus dihapuskan. Ia meyakini kekerasan seksual menimbulkan dampak luar biasa kepada korban, tak terkecuali anak. Dampak tersebut meliputi penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan sosial hingga politik. 

Baca Juga

"Kasus ini benar-benar memukul kita. Kasus ini menggambarkan fenomena masih banyaknya tindak pidana kekerasan dan perampasan hak-hak dasar pada anak akibat rendahnya kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat," kata Widodo dalam keterangan pers, Kamis(9/2). 

Kasus tersebut terungkap berkat Ketua RT yang mengendus ada yang tidak beres di lingkungannya. Ternyata, ada warganya yang diduga terlibat kekerasan seksual terhadap belasan anak. Oleh karena itu, Widodo mendorong Pemda memperkuat perhatiannya terhadap masalah kekerasan seksual. 

"BPHN meminta agar para kepala daerah dan kepala desa/lurah beserta jajarannya terus menggalakkan gerakan Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum," ujar Widodo.

Widodo menegaskan negara harus benar-benar hadir memastikan jaminan perlindungan anak. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 28 B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

"Politik hukum pelindungan terhadap anak ini kemudian dilaksanakan ke dalam peraturan perundang-undangan. Salah satunya lahirnya UU TPKS," ujar Widodo.

Diketahui, Polda Jambi tengah melakukan pemeriksaan di kasus ini. Aksi itu dilakukan oleh terduga pelaku perempuan NT berusia 25 tahun. 

Terduga pelaku NT disebut kerap memaksa korban anak laki-laki untuk menyentuh bagian intim pada tubuhnya. Lalu memaksa korban anak perempuan untuk menonton film dewasa serta mengintip melalui jendela ketika terduga pelaku sedang melakukan hubungan badan dengan sang suami. 

Terduga pelaku NT memiliki rental PlayStation dimana para korban sering bermain di rental tersebut. Para korban pun diiming-imingi bermain PlayStation secara gratis jika para korban menuruti permintaan terduga pelaku untuk menyentuh bagian intim pada tubuhnya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement