Sabtu 10 Dec 2022 08:27 WIB

Timbulkan Polemik Wisatawan, Asita Bali Minta Pemerintah Jelaskan KUHP

KUHP baru membuat calon wisatawan sangat berhati-hati untuk berkunjung

Red: Nur Aini
Suasana gedung Terminal Pelabuhan Sanur yang segera akan rampung di Denpasar, Bali, Jumat (7/10/2022). Pembangunan Pelabuhan untuk akses penyeberangan menuju kawasan wisata Pulau Nusa Penida tersebut sudah mencapai 96 persen sebagai penunjang pariwisata guna meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan saat pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Suasana gedung Terminal Pelabuhan Sanur yang segera akan rampung di Denpasar, Bali, Jumat (7/10/2022). Pembangunan Pelabuhan untuk akses penyeberangan menuju kawasan wisata Pulau Nusa Penida tersebut sudah mencapai 96 persen sebagai penunjang pariwisata guna meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan saat pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sekretaris Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Bali I Nyoman Subrata meminta pemerintah segera mengeluarkan penjelasan soal makna dalam pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menimbulkan polemik ke wisatawan mancanegara. "Menurut kami di pariwisata, sebelum pasal-pasal ini dikeluarkan harus ada narasi yang memberikan penjelasan kepada wisatawan asing ketika ada pertanyaan, atau otoritas mana yang bisa memberikan penjelasan tersebut," kata Subrata di Denpasar, Jumat (10/12/2022).

Menurutnya, hal tersebut penting karena munculnya KUHP baru membuat calon wisatawan sangat berhati-hati, maka dari itu perlu untuk meyakinkan wisatawan bahwa pasal-pasal itu memiliki makna baik, seperti untuk anak di bawah umur dan wanita yang belum menikah, sehingga tidak diperlakukan semena-mena atau terjadi kekerasan seksual. "Pasal yang dianggap tujuannya mungkin baik agar tidak digoreng. Apalagi kita lihat kesuksesan Bali melaksanakan G20 pasti kompetitornya Bali dan Indonesia akan memanfaatkan pasal-pasal yang muncul di KUHP ini," ujar Subrata.

Baca Juga

Maka dari itu, Asita Bali yang membawahi 427 agen perjalanan tersebut berharap pemerintah segera merilis informasi yang tepat kepada calon wisatawan mancanegara, bahwa aturan khususnya pada pasal 411 dan 412 berlaku hanya ketika ada delik aduan dan baru efektif tiga tahun lagi. "Delik aduan ini dari suami atau istri sah atau dari orang tua. Untuk wisatawan asing saya pikir tidak perlu khawatir karena dia kan dari jauh dan siapa yang akan melakukan delik aduan kecuali dibuat skenario untuk itu. Tapi, kalau yang biasa-biasa saja menurut kami tidak perlu khawatir untuk berlibur di Bali dan Indonesia," kata Subrata.

Menurutnya, selama ini pelaku pariwisata di Pulau Dewata selalu menjaga kerahasiaan data wisatawan, termasuk keselamatan dan kenyamanannya, sehingga yang paling penting adalah informasi resmi agar kompetitor tak memanfaatkan ini.

Sekretaris Asita Bali itu juga menyebut tak ada penurunan yang terjadi selama tiga hari terakhir, di mana asosiasi pelaku pariwisata itu memiliki jejaring di 1 pasar diantaranya Amerika, Eropa, India, dan Timur Tengah. Subrata mengatakan umumnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali akan tinggi pada penghujung tahun, utamanya setelah Hari Natal untuk merayakan tahun baru. "Setelah tanggal 25 Desember, tahun baru akan membludak. Kalau dihubungkan dengan pasal KUHP, apabila pemerintah, dan stakeholder pariwisata mampu bersama-sama menyampaikan hal tersebut dengan narasi yang benar dan jelas pada calon wisatawan, kami meyakini tidak akan ada penurunan jumlah wisatawan," ujarnya. 

Dari data yang Asita Bali miliki, sebelum sahnya KUHP baru pergerakan penumpang di Bandara I Gusti Ngurah Rai baik wisatawan mancanegara maupun domestik berada di atas angka 9 ribu per hari, dan umumnya pada musim penghujung tahun dapat mencapai 16 ribu per hari.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement