Jumat 12 Aug 2022 01:15 WIB

Pentingnya Isu Kebudayaan Lokal Dibahas dalam Ajang G20

G20 merupakan momentum untuk memperkenalkan kebudayaan lokal

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Pengendara motor melintas di samping logo Presidensi G20 Indonesia 2022 (ilustrasi). G20 merupakan momentum untuk memperkenalkan kebudayaan lokal
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Pengendara motor melintas di samping logo Presidensi G20 Indonesia 2022 (ilustrasi). G20 merupakan momentum untuk memperkenalkan kebudayaan lokal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Isu kebudayaan penting dibahas dalam ajang G20 karena ada banyak local wisdom dari berbagai negara yang bisa didiskusikan dan menjadi kekayaan bersama dalam menghadapi krisis iklim. 

 

Baca Juga

Selain itu, tim juru bicara G20, Maudy Ayunda Maudy mengajak anak muda untuk mengenal lebih bayak lagi terkait kearifan lokal kita, sebab ada banyak kebudayaan lokal yang sebenarnya bisa diadopsi untuk menjaga kelestarian bumi dari ancaman perubahan iklim. 

 

Menurut dia, generasi muda sekarang sangat awareness dengan krisis iklim. "Tetapi bagaimana menghubungkan itu dengan aspek kebudayaan. Makanya saya mengajak anak muda untuk menggunakan keingintahuan kita mengenal lebih dalam lagi kearifan lokal ini karena ada banyak kearifan lokal yang bisa diandalkan untuk mengatasi perubahan iklim.” ujar Maudy dalam diskusi Kebudaaan untuk Bumi Lestari yang digelar Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Kamis (11/8/2022).

 

Dia menerangkan, Indonesia sudah melakukan banyak terobosan berskala global untuk bersama-sama memulihkan kondisi pasca pandemi. Salah satu di antaranya adalah inisiasi agenda pemulihan global melalui aksi gotong rotong dengan jalan kebudayaan untuk hidup yang berkelanjutan.

 

Menurut Maudy, ke depan kebutuhan untuk membiayai perubahan iklim kian besar. Kendaraan bermotor menyumbang 70 persen atas pencemaran senyawa berbahaya yang menyebabkan polusi udara. Selain itu, polusi juga terjadi pada makanan. Kemudian, World bank memperkirakan manusia membuang lebih dari dua milliar ton sampah per tahun.

 

“Jadi bayangkan teman-teman semakin besar lagi kebutuhan gaya hidup yang berkelanjutan untuk menyelamatkan bumi dan lingkungan yang alami banyak kerusakan karena aksi manusia,” ucap Maudy.

 

Salah satu cara yang paling tepat untuk mengatasi krisis itu ialah melalui kebudayaan. Ada banyak kebudayaan masa lalu yang bisa dipelajari dan sekarang hidup. 

 

Ada kearifan lokal seperti sistem irigasi subak di Bali, Nyabuk Gunung praktik bercocok tanam di Jawa yang sebenarnya untuk konservasi lahan jadiya.

 

“Kalau dibayangkan Indonesia ini archipelago banyak sekali culture, kebayang kekayaan dengan kebudayaan-kebudayaan ini,” kata dia.

 

Kebudayaan yang dimaksud ialah perspektif yang turun temurun, mengembalikan ke aslinya, local wisdom. Ada juga dalam konsep resicle economy, yakni mengambil secukupnya dan mengembalikan ke bumi sisanya.

 

Kendala saat ini, lanjut Maudy, adalah bagaimana menghubungkan kebudayaan atau kearifan lokal dengan anak muda sebab anak generasi milenial saat ini sudah sangat sadar dengan ancaman perubahan iklim hanya bagaimana menyambungkannya dengan kearifan lokal.

 

“Mungkin dengan upaya kelembagaan seperti adanya sanggar sanggar anak muda bisa masuk ke kearifan lokal itu. Sebab, apabila masuk dengan kebudayaan yang saklek makanya ga akan bisa kena, makanya harus dieksplore,” tutur dia.

 

Dalam mempromosikan kebudayaan Indonesia di luar negeri. Maudy mengaku melakukannya tidak dengan budaya yang saklek, tetapi dieksplorasi lebih lanjut. “Saya memasak rendang, mengundang teman teman, saya juga menggunakan kebaya saat wisuda,” kata dia.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement