Rabu 03 Aug 2022 23:20 WIB

Khofifah, Cawapres Kuda Hitam?

.Jatim menjadi salah satu lumbung suara Pilpres 2024.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Foto: Dokumen
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Oleh : Erik Purnama Putra, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Dibandingkan figur lain, nama Khofifah Indar Parawansa memang jarang disebutkan. Sosoknya malah tidak pernah dimasukkan ke dalam figur yang berkontestasi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Padahal, gubernur Jawa Timur (Jatim) tersebut memiliki modal besar untuk bisa berkompetisi pada pencoblosan mendatang. Jangan salah pula jika Khofifah sebenarnya merupakan kuda hitam yang bisa menentukan arah kemenangan pada pemilihan mendatang.

Memang bukan sebagai calon presiden (capres), melainkan menjadi calon wakil presiden (cawapres). Dengan berbagai simulasi, nama Khofifah hanya pas jika disandingkan dengan Anies Rasyid Baswedan. Perpaduan gubernur DKI Jakarta dan gubernur Jatim bakal saling melengkapi pada ajang lima tahunan tersebut.

Anies tak bisa tidak, bakal memperoleh tiket pada 2024. Namanya sudah melambung tinggi. Sehingga sangat sulit bagi partai politik (parpol) di Senayan untuk mengabaikannya. Adapun parpol pengusung masih harus menantikan sampai masa pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibuka pada 19 Oktober hingga 25 November 2023. Hanya saja, melihat realita saat ini, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sangat berpeluang mengusungnya.

Sebenarnya ada satu lagi yang bisa diharapkan untuk menjadi kendaraan Khofifah, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun, apakah Ketua Umum Suharso Monoarfa berkenan? Karena jika sampai duet Anies-Khofifah terwujud dan PPP mengabaikan pasangan ini maka konsekuensinya partai berlambang Ka'bah tersebut bisa tidak lolos parliamentary threshold atau ambang batas parlemen empat persen.

Mari kita hitung-hitungan jika pasangan Anies-Khofifah terwujud. Saat ini saja, dari berbagai survei dan analisis sementara, Anies sangat digdaya di Pulau Sumatra. Dia cukup kuat di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Pun di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) suaranya tidak jelek-jelek amat. Hanya saja, suara Anies jeblok di Jawa Tengah (Jateng), karena memang menjadi markas PDIP. Di Jatim pun begitu, tidak terlalu tinggi, meski suaranya tetap lebih besar daripada Jateng.

Anggap saja, Pemilu 2024 diikuti tiga calon, tetap nanti bakal dua pasangan yang maju di putaran kedua. Ujungnya, Anies bakal berhadapan dengan lawan yang berpeluang mengeruk suara di Jateng dan Jatim. Sebagai cara termudah, Anies cukup menggandeng Khofifah untuk mengatasi handicap tersebut. Selain berstatus ketua umum Pengurus Pusat (PP) Muslimat NU, Khofifah juga memiliki faktor gender perempuan. Dua status itu bakal menutup celah kelemahan Anies di Jatim. Sehingga, jika terwujud Anies-Khofifah maka suara Jatim bisa dalam genggaman.

Apalagi, Anies juga memiliki relasi positif dengan Wakil Presiden periode 2004-2009 dan 2014-2019, M Jusuf Kalla (JK). Jika benar JK diam-diam memberi dukungan maka suara Indonesia bagian timur setidaknya juga sudah aman.

Dalam situasi bangsa terpolarisasi seperti saat ini, Anies dianggap sebagai capres yang tidak bakal melanjutkan program Joko Widodo (Jokowi). Sehingga pendukung Jokowi pasti bakal menjatuhkan suara kepada capres seperti figur Ganjar Pranowo, Erick Thohir, Puan Maharani, Sandiaga Salahuddin Uno, M Ridwan Kamil, atau bahkan Prabowo Subianto.

Yang menjadi masalah bagi Anies adalah, kalangan Islam perkotaan sangat welcome dengannya. Namun, tidak dengan Islam tradisionalis. Dari pemetaan di media sosial, terlihat jika Anies perlu membuat sebuah gebrakan untuk bisa meyakinkan mampu menggaet suara yang dianggal mewakili masyarakat kultur NU. Sehingga mau tidak mau, Khofifah adalah solusi satu-satunya demi meraih kemenangan pada 2024.

Apalagi, dari berbagai simulasi, Khofifah jika dipasangan dengan capres lain tidak memberi suara signifikan. Namun, jika digandengkan Anies maka seolah muncul chemistry. Keduanya bisa saling melengkapi dalam menyumbang suara. Khofifah bisa menjadi jaminan menambah signifikan perolehan suara yang sulit didapatkan Anies di Jatim.

Berkaca dari Pemilu 2014 dan 2019, Prabowo sebenarnya hanya kalah tipis dari Jokowi. Prabowo tidak bisa memaksimalkan suara di Jatim. Dengan spektrum yang sama, dukungan kepada Anies malah lebih meluas daripada yang didapatkan Prabowo. Karena itu, ia wajib menjadikan Jatim sebagai salah satu lumbung suara yang menjamin kemenangannya.

Tentu saja dinamika terpilihnya pasangan capres dan cawapres 2024, tergantung ketua umum partai koalisi. Namun, jika benar pasangan Anies-Khofifah bisa terealisasi maka duet ini bakal seperti air bah yang tidak tertahankan. Analisis ini bisa saja berubah menyikapi dinamika di lapangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement