Kamis 23 Jun 2022 05:31 WIB

UU Pemilu Berpeluang Direvisi untuk Akomodasi Pemekaran Papua

Komisi II menyebut revisi UU pemilu dinilai sulit karena waktunya sangat mepet.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyampaikan paparannya saat Rapat Dengar Pendapat dengan DPD dan Pemerintah terkait Panja Pembahasan 3 RUU tentang pembentukan Provinsi di Provinsi Papua di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Rapat tersebut beragendakan pengambilan keputusan RUU tentang pembentukan Provinsi Papua Selatan.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyampaikan paparannya saat Rapat Dengar Pendapat dengan DPD dan Pemerintah terkait Panja Pembahasan 3 RUU tentang pembentukan Provinsi di Provinsi Papua di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Rapat tersebut beragendakan pengambilan keputusan RUU tentang pembentukan Provinsi Papua Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan berpeluang menjadi upaya untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasalnya, jika RUU tersebut disahkan menjadi UU, pembentukan ketiga provinsi tersebut pun akan terealisasi.

Dalam pembahasannya, Panja menggunakan DIM dari draf RUU Provinsi Papua Selatan yang kemudian disesuaikan dengan dua RUU lainnya. Dalam Pasal 15 Ayat 1 draf ketiga RUU daerah otonomi baru (DOB) Papua dijelaskan, jumlah kursi untuk Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan ditetapkan tiga kursi.

Baca Juga

Imbasnya, ketiga orovinsi baru itu wajib memiliki wakilnya di DPR sesuai dengan daerah pemilihannya (Dapil). Hal tersebut diatur dalam Pasal 187 Ayat 1 yang berbunyi, "Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/ kota".

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar menjelaskan, dalam Pasal 186 UU Pemilu diatur ihwal jumlah anggota DPR yang sudah ditetapkan sebanyak 575 orang. Artinya, jumlah tersebut tak boleh ditambah. Adapun jumlah kursi di DPR untuk Dapil Papua saat ini sebanyak 10 kursi dan Dapil Papua Barat tiga kursi.

"Masalah untuk DPR dan DPD, karena itu tidak dijangkau oleh hukum Pilkada atau hukum lainnya. Undang-Undang Pemilu sudah terlanjur mengunci jumlah anggota DPR 575 dan jumlah anggota DPR dari Papua hanya 10 kursi," ujar Bahtiar dalam rapat kerja pembahasan RUU tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan bersama Komisi II DPR dan DPD, Rabu (22/6/2022).

Sementara dalam Pasal 187 Ayat 2 UU Pemilu, diatur jumlah kursi di setiap Dapil paling sedikit tiga kursi dan maksimal 10 kursi. Jika pembentukan tiga DOB baru Papua itu terealisasi, setidaknya ada sembilan kursi baru di DPR untuk mengakomodasi ketiga provinsi baru tersebut.

Senator atau anggota DPD dari Papua Barat, Filep Wamafma mengatakan, persoalan dapil dan jumlah anggota DPR di tiga provinsi baru tersebut menjadi tanda ada sikap terburu-buru dari pemerintah untuk melakukan pemekaran. Namun, itu menjadi konsekuensi dari DPR dan pemerintah yang kini tengah membahas ketiga RUU tersebut.

"Kalau sudah kita DOB, tidak ada alasan harus ada kursi di sana. Konsekuensi tentang Undang-Undang yang mengunci tentang kuota anggota, itu konsekuensi negara untuk afirmasi," ujar Filep.

Rapat pun sempat diskors selama 10 menit, agar para anggota Panja Komisi II, pemerintah, dan DPD mendalami Pasal 15 Ayat 1 draf ketiga RUU DOB baru Papua itu. Setelah itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan, satu-satunya cara adalah merumuskan aturan atau pasal peralihan sebagai substansi baru dalam ketiga RUU tersebut.

"Kami coba merumuskan seperti ini, jadi dalam aturan peralihan sebagai substansi baru, pengisian jumlah kursi DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan penetapan daerah pemilihan sebagai akibat dibentuknya Provinsi Papua Selatan (Papua Tengah dan Papua Pegunungan) diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Pemilu," ujar pria yang akrab disapa Eddy itu.

"Artinya, dengan ketentuan ini yang mulia, memerintahkan kepada pemerintah dan DPR untuk mau tidak mau merevisi Undang-Undang Pemilu," katanya. Jika DPR dan pemerintah tak melakukan revisi UU Pemilu, konsekuensinya adalah Presiden harus menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyetujui pasal peralihan tersebut, untuk mengakomodasi pemekaran tiga provinsi baru Papua. Menurutnya, ini merupakan salah satu konsekuensi yang harus dihadapi pemerintah dan DPR untuk merealisasikan tiga provinsi baru.

Usai rapat tersebut, Doli mengaku belum ada keputusan bahwa DPR akan melakukan revisi UU Pemilu atau tidak. Pasalnya, akan sangat mepet jika revisi dilakukan, sedangkan tahapan penetapan jumlah kursi dan penetapan Dapil akan dimulai pada 14 Oktober 2022 hingga 9 Februari 2023.

"Nanti kita bahas tersendiri, nanti kita cari bagaimana caranya, apakah memang ada revisi UU Pemilu atau dengan Perppu. Itu nanti kita bicara tersendiri dengan pemerintah," ujar Doli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement