Selasa 21 Jun 2022 05:03 WIB

Minimnya Air Bersih dan Jambat Picu Stunting di Lebak

Sebanyak 126.800 kepala keluarga (KK) di Lebak masuk kategori rawan stunting

Red: Nur Aini
Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak, Banten, menyatakan minimnya sarana air bersih dan jamban di daerah itu dapat menimbulkan kasus stunting.
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak, Banten, menyatakan minimnya sarana air bersih dan jamban di daerah itu dapat menimbulkan kasus stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak, Banten, menyatakan minimnya sarana air bersih dan jamban di daerah itu dapat menimbulkan kasus stunting.

"Kami berharap pemenuhan sarana air bersih dan jamban harus tersedia pada keluarga," kata Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada DP2KBP3A Kabupaten Lebak, Tuti Nurasiah di Lebak, Senin (20/6/2022).

Baca Juga

Menurutnya, masyarakat Kabupaten Lebak masih banyak yang mengkonsumsi air tak layak, karena tidak tersedia pasokan air bersih. Mereka lebih memilih air sungai dan sumur akibat tidak tersentuh infrastruktur jaringan PDAM setempat.

Begitu juga masih banyak warga yang masih buang air besar sembarangan dan tidak memiliki jamban yang layak dan sehat. Dengan demikian, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( DPUPR) dan Dinas Permukiman dan Pertanahan (Disperkim) setempat yang harus mengalokasikan pembangunan infrastruktur pasokan air bersih juga jamban.

Biasanya, kata dia, kebanyakan keluarga yang minim memiliki pasokan air bersih dan jamban menempati rumah-rumah yang tidak layak huni.

"Kami meyakini jika rumah tidak layak huni ( RTLH) itu dibangun dan terpenuhi sarana air bersih dan sanitasi jamban yang layak dan sehat dipastikan dapat mengatasi stunting," katanya menjelaskan.

Menurut dia, pemerintah daerah mencatat sebanyak 126.800 kepala keluarga (KK) masuk kategori rawan stunting, sehingga perlu dilakukan pendampingan agar tidak melahirkan anak stunting. Keluarga rawan stunting itu dengan indikator dari pasangan usia subur (PUS) yang memiliki anak banyak, kelahiran jarak dekat, menikah usia muda, tidak memiliki sumber air bersih juga tidak memiliki pendapatan ekonomi dan rumah tak memiliki jamban. Karena itu, pihaknya meminta semua instansi, stokeholder dan elemen masyarakat yang terkait dapat bekerja sama untuk penanganan stunting.

"Kita bisa berhasil menurunkan prevalensi kasus stunting 14 persen sampai 2024," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Lebak Maman Suparman mengatakan pemerintah daerah sejak tiga tahun terakhir (2019-2021) di bawah kepemimpinan Bupati Iti Octavia telah merehabilitasi sebanyak 1.998 unit RTLH. Masyarakat yang mendapatkan bantuan dana stimulan untuk rehabilitasi RTLH sebesar Rp15 juta per unit.

"Kami optimistis rehabilitasi RTLH dapat mendorong peningkatan kualitas kesehatan juga menekan kasus stunting, karena dibangun juga sarana air bersih dan jamban yang layak," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement