Senin 06 Jun 2022 18:02 WIB

Pemprov Jabar Lakukan Pemetaan Terkait Wacana Tenaga Honorer Diganti Outsourcing

Pemetaan ini diperlukan untuk melihat sejauhmana honorer dites menjadi PPPK

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Setiawan Wangsaatmaja  terkait dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK), pihaknya baru akan membahasanya besok Selasa (7/6).
Foto: istimewa
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Setiawan Wangsaatmaja terkait dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK), pihaknya baru akan membahasanya besok Selasa (7/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera membahas secara teknis soal rencana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang akan menghapus tenaga honorer di lingkungan pemerintahan mulai 28 November 2023. 

Menurut Sekda Jabar Setiawan Wangsaatmaja, terkait dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK), pihaknya baru akan membahasanya besok Selasa (7/6). "Jadi antara PPPK, Sekretaris Daerah, Biro Organisasi, dan BKD, akan memetakan pegawai-pegawai yang ada saat ini," ujar Setiawan di Gedung Sate, Bandung, Senin (6/6/2022).

Baca Juga

Setiawan mengatakan, pemetaan ini diperlukan untuk melihat sejauhmana honorer Pemprov Jabar akan dites untuk menjadi PPPK serta penempatannya. "Akan kita 'tes' barangkali untuk menjadi PPPK, sesuai dengan kebutuhan unit organisasi," katanya. 

Menurutnya, ada beberapa kata kunci yang menjadi arahan Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo terkait hal ini yang akan didiskusikan pihaknya besok.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menegaskan strategi ini adalah amanat Undang-undang No. 5/2014 tentang ASN yang disepakati bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Penataan tenaga non-aparatur sipil negara atau non-ASN pada pemerintah pusat maupun daerah adalah bagian dari langkah strategis untuk membangun SDM ASN yang lebih profesional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen. Karena, tidak jelasnya sistem rekrutmen tenaga honorer berdampak pada pengupahan yang kerap kali dibawah upah minimum regional (UMR). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement