Senin 29 Nov 2021 11:36 WIB

Buruh dan Mahasiswa akan Demo Anies Minta Naikkan UMP DKI

UMP DKI 2022 hanya naik Rp 37 ribu sesuai UU CIpta Kerja, yang dibatalkan MK.

Rep: Antara/Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Erik Purnama Putra
Tentara sedang menghalau pulang puluhan remaja tanggung yang datang usai massa mahasiswa dan buruh membubarkan diri dari aksi demonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di sekitar Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/10).
Foto: Republika/Febryan A
Tentara sedang menghalau pulang puluhan remaja tanggung yang datang usai massa mahasiswa dan buruh membubarkan diri dari aksi demonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di sekitar Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) akan menggelar aksi di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat pada Senin (29/11), guna mendesak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) di Ibu Kota sebesar minimal 10 persen.

Juru Bicara Gebrak Ilhamsyah, menyatakan, sebelum menyampaikan tuntutan kenaikan UMP di depan kantor Gubernur DKI Anies Rasyid Baswedan, pihaknya akan melakukan aksi di kawasan industri, seperti di Jakarta Utara dan Tangerang. Baru setelah itu, massa mengarah ke ke depan Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan.

Baca Juga

Dia mengatakan, massa menuntut pencabutan Surat Keputusan (SK) Penetapan UMP yang hanya naik sebesar 1,09 persen pada 2022. "Kedua, kita menuntut Presiden Jokowi mengeluarkan kenaikan upah secara nasional rata-rata antara 10 sampai 15 persen melalui Keputusan Presiden atau Kepres," kata Ilhamsyah.

UMP DKI 2022 sudah ditetapkan sebanyak Rp 4.453.935,536. Jumlah itu hanya naik Rp 37 ribu dibandingkan UMP 2021 sebesar Rp 4.416.186,548. Pemprov DKI menaikkan UMP kecil merujuk UU Cipta Kerja.

 

Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) itu menegaskan, buruh dan mahasiswa menuntut agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dapat menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

Dalam sidang pada Kamis (25/11), MK Menyatakan, Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman menjelaskan, Omnibus Law Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK pun memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun ke depan.

Adapun aksi unjuk rasa nanti akan diikuti oleh sejumlah massa dari berbagai elemen, seperti buruh dari KPBI, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan mahasiswa dari Liga Mahasiswa Nasional untuk demokrasi. "Estimasi ada sekitar 5.000 orang yang akan turun ke jalan," kata Ilhamsyah.

Sementara itu, Ketua KSPI DKI Jakarta, Winarso, mendesak Gubernur Anies untuk mencabut surat keputusan (SK) terkait penetapan UMP DKI 2022. Alih-alih merujuk aturan itu, kata dia, Anies seharusnya merespon terbitnya putusan MK yang menegaskan, Omnibus Law konstitusional.

"Yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat,” kata Winarso di Jakarta, Senin.

Dengan dasar tersebut, menurut dia, KSPI DKI kembali melakukan aksi jumlah besar-besaran mengepung Balai Kota DKI pada Senin siang WIB. Tujuannya, meminta Pemprov DKI, khususnya Gubernur Anies agar mencabut SK penetapkan UMP 2022.

"Juga melakukan revisi dengan kembali mengacu kepada UU Nomor 13 Tahun 2003 dan PP Nomor 78 tahun 2015," tutur Winarso.

Menurut dia, KSPI akan memaksimalkan aksi massa hingga Anies memenuhi tuntutan mereka terkait UMP DKI Jakarta 2022. Utamanya, tanpa Omnibus Law yang sudah dinyatakan Inkonsitusional oleh MK. "KSPI DKI memberikan apresiasi kepada MK atas putusan tersebut," jelas Winarso.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) DKI Jakarta, Andri Yansyah, mengatakan, sejauh ini, pihaknya sedang menggodok kenaikan UMP bagi pekerja yang sudah bekerja lebih dari 12 bulan. Menurut dia, hal itu agar ada kesejahteraan upah bagi mereka, sehingga tidak bertahan di UMP yang ada.

Baca juga : Jokowi: UU Cipta Kerja Masih Tetap Berlaku

"Itu juga akan kita bahas dengan tripartit dengan tim tujuh serikat. Kira-kira berapa batas bawah, sehingga para pengusaha bisa berdiskusi untuk itu (pekerja di atas 12 bulan)” kata Andri, pekan lalu.

Kebijakan itu, sambung dia, digodok sehingga para pengusaha tidak memukul rata pekerja dengan masa bakti yang berbeda. Meski hal itu akan disampaikannya kepada Gubernur Anies, pihaknya mengaku masih mendapat kendala dari beberapa usaha yang memang terdampak pandemi.

"Struktur skala upah itulah yang nanti jadi acuan dalam penetapan upah, khususnya pekerja yang telah mengabdi 12 bulan ke atas," tutur Andri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement