Kamis 25 Nov 2021 16:42 WIB

Tanimbar Protes Harga Murah Lahan Kilang Masela

Harga lahan yang ditetapkan yakni Rp 14 ribu per meter persegi terlalu rendah.

Blok Masela. Tanimbar memprotes murahnya harga beli lahan masyarakat untuk kilang Blom Masela.
Blok Masela. Tanimbar memprotes murahnya harga beli lahan masyarakat untuk kilang Blom Masela.

REPUBLIKA.CO.ID, SAUMLAKI -- Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon memprotes proses pembebasan lahan masyarakat untuk pembangunan pelabuhan kilang gas alam cair lapangan abadi wilayah kerja Blok Masela di Pulau Nustual Desa Lermatang. Karena nilai yang ditetapkan yakni Rp 14 ribu per meter persegi terlalu rendah.

Menurut Petrus, penetapan Rp 14 ribu tidak rasional. Sebab, bila ada masyarakat menjual tanah kepada pihak lain seharga Rp 10 ribu per meter atau Rp 15 ribu per meter persei, tak bisa kemudian tanah masyarakat dihargai Rp 14 ribu per meter persegi.

Baca Juga

"Masyarakat menjual tanah itu kan karena keterpaksaan untuk membiayai anak berobat, wisuda, keterpaksaan juga karena masalah ekonomi. Nah, apakah pembebasan lahan ini juga karena keterpaksaan?," kata Petrus, di Saumlaki, Maluku, Kamis (25/11).

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku menetapkan Pulau Nustual yang berada di wilayah petuanan Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, sebagai tempat pembangunan pelabuhan kilang gas cair Blok Abadi Masela seluas 27 hektare melalui surat nomor: 23/TPPT/III/2020 tanggal 13 Maret 2020 yang ditandatangani oleh Frans Johanis Papilaya selaku Asisten Tata Pemerintahan. Untuk proses pembebasan lahan, Pemprov Maluku membentuk Tim Persiapan Pengadaan Tanah (TPPT) yang salah satu tugasnya menetapkan harga pembebasan lahan senilai Rp 14 ribu per meter persegi.

Menurut Petrus, nilai harga tanah yang ditetapkan TPPT tidak rasional karena dalam musyawarah, tim tidak meminta masukan dan bermusyawarah dengan semua pemangku kepentingan di desa maupun di daerah. Sementara itu, warga Lermatang yang meminta harga nilai jual tanah dinaikan menjadi Rp 1 juta per meter.

Petrus menyatakan, tuntutan masyarakat itu juga tidak rasional. "Tentang permintaan masyarakat Rp 1 juta per meter itu menurut saya tidak rasional. Terlampau tinggi. Tetapi, penetapan Rp 14 ribu juga tidak rasional. Prinsipnya, saya melihat bahwa asas musyawarah itu tidak terpenuhi oleh panitia," kata dia.

Petrus merasa ditipu oleh TPPT karena ingkar janji dalam pertemuan resmi dengan Pemkab Kepulauan Tanimbar bahwa akan kembali menggelar musyawarah lanjutan tentang harga tanah di Pulau Nustual sebelum ada keputusan final tentang pembayaran lahan. Kata Petrus, TPPT mengaku di ruangan rapat bahwa nanti akan ada ruang untuk dimusyawarahkan lagi dengan masyarakat.

"Padahal saat mereka tiba di Ambon, mereka mengirimkan surat bahwa penetapan harga tanah itu sudah final. Wah, ini apa-apaan? Saya sebagau bupati saja bisa dibohongi dalam rapat resmi, apalagi masyarakat?," kata dia.

Petrus mengaku telah melaporkan persoalan ini secara resmi kepada Gubernur Maluku Murad Ismail dan tembusannya disampaikan kepada kementerian terkait hingga ke Presiden. Ia sekaligus meminta arahan terhadap penyelesaian hak-hak masyarakat adat di wilayah itu.

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement