Rabu 06 Oct 2021 09:44 WIB

Kebun Raya Bogor Dinilai Cocok Jadi Wisata Konservasi

KRB cocok untuk mengembangkan wisata konservasi secara beriringan dan seimbang.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Mas Alamil Huda
Pengunjung di Kebun Raya Bogor.
Foto: Humas Kebun Raya Bogor
Pengunjung di Kebun Raya Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Mantan menteri kehutanan MS Kaban menilai, Kebun Raya Bogor (KRB) sangat cocok untuk mengembangkan wisata konservasi secara beriringan dan seimbang. Sebab, menurutnya, saat ini KRB harus bertransformasi untuk mengikuti perkembangan zaman.

Hal itu dikatakan MS Kaban saat meninjau KRB, Selasa (5/10). Apalagi, kata dia, KRB yang sudah berusia dua abad ini dikenal dunia. “Jadi Kebun Raya dikenal dunia, mau tidak mau dia akan dikunjungi sehingga peluang untuk menjadi kawasan wisata sangat terbuka. Atau menjadi kawasan wisata konservasi,” katanya.

Kaban menilai, sebagai lokasi konservasi wisata, KRB menjalankan dua fungsi itu secara beriringan dan seimbang. Menurutnya, KRB harus tetap mempertahankan citra kawasan konservasi. Lantaran di sana terdapat perkembangan ilmu pengetahuan yang harus tetap terjaga dan terpelihara.

Di samping itu, sambung dia, terminologi wisata di KRB harus dikelola sehingga pengelolaan bisnis di sana harus tetap ada. Kaban pun melihat, KRB memiliki banyak pakar dan ahli, agar kedua titik itu bisa seimbang.

“Jadi kalau saya lihatnya ini tidak dipertentangkan, tapi dia harus dicari titik keseimbangan karena konservasi dan wisata itu menjaga keseimbangan,” ujarnya.

Sejauh ini, Kaban melihat KRB saat ini sudah sangat teratur dan tertata lebih baik. Juga nilai konservasinya di sisi lain masih terjaga dengan maksimal. “Sebagai contoh dulu saya melihat sarang lebah dan kelalawar dan itu menandakan alam konservasi Kebun Raya Bogor berjalan baik,” kata Kaban.

Sementara itu, guru besar IPB Hermanto Siregar menjelaskan, harus ada parameter untuk menjaga nilai wisata dan ekonomi bisa berjalan beriringan. Dia melihat, komersialisasi mempunyai dampak negatif dan positif. Di mana ada istilah limit to growth atau titik batas.

“Misalnya batas maksimal kunjungan di KRB ini berapa agar tidak terlalu padat. Atau luasan kawasan ini berapa, yang dipakai untuk komersialisasi berapa sehingga mengganggu konservasi,” kata Hermanto. 

Menurutnya, segala hal itu harus dihitung secara cermat agar fungsi konservasi wisata bisa berjalan beriringan dan seimbang. Agar tidak ada satu fungsi yang melebihi batas dan malah memberi dampak negatif.

Dari sisi inovasi, Hermanto juga mendukung apa yang selama ini dikembangkan KRB. “Perkembangan zaman harus dibarengi dengan inovasi bisa dalam bentuk digital sehingga dapat mudah diterima lintas generasi saat ini,” ucapnya.

KRB yang telah berusia 204 tahun memiliki koleksi tumbuhan sekitar 222 suku (famili), 1.257 marga, 3.423 jumlah spesies dan 13.684 spesimen, KRB telah menjadi tujuan wisata bagi banyak wisatawan Indonesia dan dunia di lahan 87 hektare.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement