Jumat 30 Jul 2021 21:50 WIB

Wali Kota Tangerang Wajib Klarifikasi Soal Potongan Bantuan

Anggota DPRD Jazuli Abdilah minta Wali Kota Tangerang klarifikasi soal potongan PKH

Menteri Sosial Tri Rismaharini (tengah) berbincang dengan warga saat sidak di Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Rabu (28/7/2021).Anggota DPRD Banten Jazuli Abdilah mengomentari ramainya pemberitaan terkait bantuan sosial di Kota Tangerang. Menurut Jazuli, dalam wawancara di salah satu stasiun televisi, Walikota Tangerang Arief Wismansyah menyinggung adanya pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang diduga melakukan pemotongan nilai bantuan sebesar Rp 50 ribu.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.
Menteri Sosial Tri Rismaharini (tengah) berbincang dengan warga saat sidak di Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Rabu (28/7/2021).Anggota DPRD Banten Jazuli Abdilah mengomentari ramainya pemberitaan terkait bantuan sosial di Kota Tangerang. Menurut Jazuli, dalam wawancara di salah satu stasiun televisi, Walikota Tangerang Arief Wismansyah menyinggung adanya pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang diduga melakukan pemotongan nilai bantuan sebesar Rp 50 ribu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPRD Banten Jazuli Abdilah mengomentari ramainya pemberitaan terkait bantuan sosial di Kota Tangerang. Menurut Jazuli, dalam wawancara di salah satu stasiun televisi, Walikota Tangerang Arief Wismansyah menyinggung adanya pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang diduga melakukan pemotongan nilai bantuan sebesar Rp 50 ribu.

Pernyataan itu disampaikan menanggapi viralnya temuan Menteri Sosial Tri Rismaharini saat melakukan sidak di sejumlah titik di Kota Tangerang. Menurut Jazuli, ada tiga poin yang disampaikan Arief. Pertama, ia hendak mengklarifikasi bahwa kasus pemotongan itu terjadi pada program bantuan sosial PKH oleh pendamping.

Sementara PKH sendiri merupakan program pemerintah pusat di mana pemerintah daerah tidak terlibat/dilibatkan dalam mengordinasikan pendamping. Kedua, Arief ingin memberikan tanggapan empatik bahwa kasus pemotongan itu telah merugikan warganya yang sangat membutuhkan bantuan di tengah pandemi.

"Ia menilai pemotongan Rp 50.000 terhadap besaran bantuan Rp 300.000 dan beras 10 Kg  sangat besar dalam situasi sekarang ini," ujar Jazuli berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (30/7)

 

Ketiga, ia hendak memberikan masukan dan kritik kepada pemerintah tentang PKH yang selama ini tidak melibatkan pemerintah daerah, khususnya dalam mengordinasikan pendamping yang, kata dia, bertugas membagikan surat undangan. Menurut Jazuli, pernyataan Arief kurang tepat dan kurang hati-hati sehingga menimbulkan salah paham bahkan mengarah ke fitnah di tengah masyarakat.

"Betul bahwa PKH adalah program pemerintah pusat. Tetapi bukan berarti pemerintah daerah sama sekali tidak terlibat/dilibatkan. Pemerintah daerah bertanggungjawab untuk melakukan edukasi dan sosialisasi terhadap pendamping PKH atau pendamping sosial terkait, petugas kecamatan juga kelurahan," ucap dia.

Edukasi yang dimaksud tidak sebatas menjelaskan mengenai kebijakan PKH tetapi juga tata cara penyampaian pengaduan. Wali Kota bahkan bertanggungjawab melaksanakan pemantauan dan pelaksanaan pemberian bantuan, menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat, serta menyediakan pendamping dan/atau aparat setempat untuk membantu proses sosialisasi dan verifikasi penerima bantuan.

Karena itu, tidak tepat jika Arief bersikap mengelak dan terkesan cuci tangan atas temuan kasus di lapangan. Lagi pula penyaluran program yang disidak oleh Menteri Sosial bukan hanya PKH melainkan juga Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Program Pangan/BPNT. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement