Kamis 19 Nov 2020 20:38 WIB

Edukasi Prokes Covid-19 Masih Jadi Masalah

Sebagai calon kepala daerah paslon harusnya fokus menyelesaikan pandemi kelak

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Hiru Muhammad
Sejumlah petugas PPK dan PPS melipat surat suara Pilkada Serentak di Gedung Islamic Center, Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (18/11/2020). Sebanyak 1,3 juta lembar surat suara untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya ditargetkan selesai dalam waktu tiga hari dan akan didistribusikan ke 3.740 TPS, dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 1.368.156 suara.
Foto: Antara/Adeng Bustami
Sejumlah petugas PPK dan PPS melipat surat suara Pilkada Serentak di Gedung Islamic Center, Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (18/11/2020). Sebanyak 1,3 juta lembar surat suara untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya ditargetkan selesai dalam waktu tiga hari dan akan didistribusikan ke 3.740 TPS, dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 1.368.156 suara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ahli Epidemiologi UI, dr. Pandu Riono tak menampik masih sulitnya masyarakat untuk diedukasi mengenai protokol kesehatan Covid-19. Namun demikian, dirinya menyebut jika itu adalah hal wajar, mengingat pemerintah pusat hingga daerah yang juga belum memahaminya. "Jelang pilkada, di partai sendiri saat ini seperti tidak ada kepedulian soal itu," kata dia dalam webinar, Jumat (23/10).

Dia menyebut, partai dan pasangan calon kepala daerah yang saat ini berperan, justru terkesan menyerahkan edukasi masyarakat mengenai prokes Covid-19 kepada pemerintah pusat. Khususnya, eksekutif. "Jadi kepedulian kepada masyarakat kurang," tambahnya.

Dia menegaskan, sebagai calon pemimpin daerah, pasangan calon seharusnya berfokus untuk bagaimana menyelesaikan pandemi saat memimpin kelak. Peran sentral itu, ia sebut karena pandemi Covid-19 bisa bertahan lebih dari lima tahun atau masa jabatan mendatang.

Sambung dia, di berbagai negara, pemilihan kerap kali diwarnai perdebatan menyoal bagaimana menyelesaikan pandemi Covid-19, saat memimpin kelak. Hal itu, dirasanya masih sangat awam untuk pilkada di Indonesia. Terlebih, ketika pasangan calon di berbagai tempat, justru yang paling sering melanggar protokol kesehatan dengan membawa banyak massa. "Seharusnya arah kampanye mereka juga bisa ke sana. Karena unsur positif itu, juga bisa menjadi program mereka," katanya.

Kampanye yang masih bertatap muka dengan jumlah yang tak sedikit, ia nilai juga terlalu tradisional. Padahal, dengan memanfaatkan dana kampanye partai atau pasangan calon, masker yang menarik atau alat pelindung diri lengkap, seharusnya bisa menjadi sarana kampanye, alih-alih dari spanduk ataupun atribut lain yang kurang manfaatnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement