Sabtu 09 May 2020 13:49 WIB

Peringatan Nuzul Al Quran: Penguatan Sosial-Ekonomi

Penguatan sosial ekonomi lewat warga yang mandiri secara ekonomi berdasar Alquran

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI, Amirsyah Tambunan
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI, Amirsyah Tambunan

REPUBLIKA.CO.ID, Amirsyah Tambunan, Wakil Sekjen MUI, Sekjen ADI Pusat

Dewasa ini hampir seluruh dunia merasakan dampak penyebaran COVID-19 di berbagai negara, membuat perekonomian global semakin terpuruk. Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut kondisi ini merupakan yang terparah sejak 1930 silam. IMF menyebut risiko resesi disebut berpotensi terjadi hingga 2021 jika pemangku kepentingan di berbagai negara, karena gagal merespon pandemi ini dengan kebijakan yang kurang tepat. Lockdown besar-besaran akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi global.

Dalam skala nasional masyarakat Indonesia  mengalami akumulasi masalah, puncaknya di era pandemi covid 19. Masalah muncul dari cara berpikir dalam mensilapi masalah sosial ekonomi.  Misalnya rendahnya pendapatan masyarakat miskin membuat cara berpikir  semakin sulit mencari solusi. Untuk itu lembaga filantrophi Islam harus berpikir cerdas,  kratif dan inovatif memberdayakan masyarakat.  

Islam merupakan agama yang membawa rahmat bagi alam semesta, tidak hanya bagi umat Islam, akan tetapi juga bagi semua makhluk ciptaan Allah. Islam sebagai agama yang universal (syumul) dan sempurna (Kamil) telah memberikan prinsip dasar (Q.S. al-Maidah : 3). Namun tentu setiap umat Islam harus .mampu membuktikan kebenarannya kebenaran al-Qur'an diturunkan bagi alam semesta.  

 

Maka manusia sebagai makhluk sosial sudah sepatutnya menjadikan Islam sebagai agama yang mengajarkan keseimbangan (equilibrium). Untuk itu al-Qur'an menantang siapa pun yang meragukan kebenaraannya untuk bisa menandingi ketinggian sastranya, keilmiah kandungannya, dan kesesuaian ayat-ayatnya dengan fitrah manusia (al-Baqarah: 21).

Pernyataannya apakah dalam memperingati turunnya  al- Qur'an (nuzul al-Qur'an) 1441 H umat Islam di seluruh dunia telah menjadikan al-Qur'an sebagai pedoman hidup dalam menyelesaikan problem sosial-ekonomi? Jawabannya tergantung pada diri masing-masing. 

Semua umat Islam tahu bahwa bahwa tidak ada satu pun masalah yang tidak diatur dalam Islam, maka para ulama kemudian melakukan ijtihad tentang bagaimana cara Islam dalam mengatur ekonomi dan bagaimana cara mengislamkan diri dalam berekonomi. Ilmu dan sistem ini sebenarnya sudah muncul sejak diutusnya Muhammad sebagai Rasul, lalu kemudian cara hidup nabi dalam ekonomi disusun para ulama dalam bentuk karya-karya besar yang beberapa masih kita jadikan rujukan sampai sekarang.

Barbara dalam bukunya From Charity to Social Change menyatakan filantropi adalah bagian dari diskursus penting dalam ekonomi Islam. Kata ‘filantropi‛ (Inggris: philanthropy) merupakan istilah yang tidak dikenal pada masa awal Islam, meskipun belakangan ini sejumlah istilah Arab digunakan sebagai padanannya. Filantropi kadang-kadang disebut al-‘ata’ al-ijtima‘i (pemberian sosial), dan adakalanya dinamakan al-takaful al-insani (solidaritas kemanusiaan) atau ‘ata khayri (pemberian untuk kebaikan). 

Namun, istilah seperti al-birr (perbuatan baik) atau as-sadaqah (sedekah) juga digunakan. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang cukup sepadan dengan filantropi adalah “kedermawanan sosial”, istilah yang sebenarnya hampir sama tidak populernya bagi rakyat kebanyakan, yang lebih paham dengan istilah dan praktik seperti sedekah, zakat mal, zakat fitrah, dan wakaf. 

Dengan demikian filantropi adalah kedermawanan sosial yang terprogram dan ditujukan untuk pengentasan masalah sosial (seperti kemiskinan dan kesenjangan) dalam jangka panjang. Istilah filantropi diartikan dengan rasa kecintaan kepada manusia yang terpatri dalam bentuk pemberian derma kepada orang lain.

Filantropi juga dimaknai sebagai konseptualisasi dari praktik pemberian sumbangan sukarela (voluntary giving), penyediaan layanan sukarela (voluntary services) dan asosiasi sukarela (voluntary association) secara suka rela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta. Filantropi dalam arti pemberian derma biasa juga disamakan dengan istilah karitas (charity).

Terdapat perbedaan  yang mendasar di mana istilah filantropi yang dikaitkan dengan Islam menunjukkan adanya praktik filantropi dalam tradisi Islam melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Menurut Zahra dalam bukunya Muhadharah fi Al-Awqaf. Istilah ini dapat membantu membawa wacana kedermawanan Islam ke dalam sebuah diskursus yang dapat menjangkau isu-isu yang lebih luas.

Untuk menata kehiidupan sosial ekonomi masyarakat dapat kita rujuk pemikiran seorang sosiolog terkemuka Ibnu Khaldun telah memberikan konsep pengembangan peradaban dunia, khususnya umat Islam. Konsep dan teori yang tertuang dalam bukunya Muqaddimah, telah memberikan inspirasi para intelektual Barat maupun Islam dalam membangun peradaban.

Sejarawan Inggris, A.J. Toynbee menyebut karya monumental Muqaddimah sangat berharga. Bahkan Misbâh al- Âmily menjadikan pemikiran Ibnu Khaldun sebagai variable dalam melakukan studi komparatif antara pemikiran Arab dengan  pemikiran Yunani.

Perlu menjadi catatan bagi umat Islam dalam memperingati nuzul al-Qur'an hendaknya umat Islam dapat merujuk kepada Ibnu Khaldun  dalam menata kehidupan sosial secara konsisten mampu memberikan penafsiran bahwa konsep asobiah yg dinukil dari qur'an surat Al hujarah ayat 13. Yā ayyuhan-nāsu innā khalaqnākum min żakariw wa unṡā wa ja'alnākum syu'ụbaw wa qabā`ila lita'ārafụ, inna akramakum 'indallāhi atqākum, innallāha 'alīmun khabīr. 

Ia mengembangkan konsep masyarakat dengan teori ashobiyah yang kuat menjadi tatanan negara yang kuat. Ashobiyah bukan  bersifat keakuan (ananiyah),  akan tetapi ahobiyah yang mampu memperkuat tatanan negara.  Negara kuat secara sosial-ekonomi karena masyarakatnya mandiri secara ekonomi. 

Dengan dasar pemikiran tersebut menurut penulis al-Qur'an  yang telah  diturunkan lebih dari 14 abad yang lalu  belum di jadikan rujukan dalam memecahkan solusi sosial-ekonomi. Menurut hemat saya bahwa umat Islam mundur karena meninggalkan al-Qur'an. 

Al -Qur'an bukan hanya pelajaran kepada  umat manusia,  tetapi juga obat,  petunjuk dan rahmat bagi orang beriman.  Al – Quran surat Yunus 57.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ : 

 Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Jadi al-Qur'an diturunkan untuk menjawab realitas masyarakat. Dan apabila al-Qur’an diturunkan dan terpisah dari keadaan realitas dan fenomena masyarakat yang ada saat al-Qur’an itu turun maka bagaimana al-Qur’an itu akan mudah difahami secara baik? 

Bagaimana jika al-Qur’an tidak dijelaskan secara rasionalitas dengan hanya memberikan cerita-cerita bahwa semisal ada seorang nabi yang mendapat risalah dari Tuhan dsb tanpa adanya penegasan rasional, maka sangat sedikit yang akan mempercayainya. Intinya adanya keterpengaruhan al-Qur’an oleh Nasrani, Yahudi dan tradisi arab Jahiliyyah itu malah semakin menegaskan keunggulan al-Qur’an. Isi al-Qur’an menyapa masyarakat yang mempunyai keadaan yang beragam dan tentunya al-Qur’an tidak keluar dari hukum-hukum kasus nyata (cultural based ) masyarakatnya.

Berbagai problem yang dihadapi umat manusia di muka bumi..Untuk mengatasi problem tersebut Allah Maha mengetahui  agar manusia dapat memberikan solusi atas masalah tersebut. Untuk itu Allah memerintahkan dalam al Qur'an secara tegas:

Pertama, fungsi al Qur'an menjadi pengajaran dalam  menjawab reakitas kehidupan sosial. Banyak pengajaran yang di berikan Allah kepada manusia agar  kehidupan manusia bebas dari kesenjangan sosial-ekonomi.

Kesenjangan kaya dengan miskin yang semakin nyata terutama dalam menghadapi pandemi covid 19. Betapa banyak masyarakat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari hari.

Udah sewajarnya umat Islam menjadikan nuzul Qur'an sebagai momentum untuk meningkatkan kepekaan sekaligus kepedulian sosial-ekonomi melalui zakat, infaq dan shodaqah. Kedua, meyakini al Qur'an sebagai penyembuh penyakit-sosial ekonomi. Penyakit sosial ekonomi seperti di sebutkan diatas hendaknya dapat menjadi solusi bagi umat manusia tanpa membedakan agama,  suku bangsa.  Pendek kata meyakini al -Qur'an sebagai obat penawar bagi yang membaca, menghayati dan mengamalkan makna ayat tersebut. 

Sebaliknya membaca al-Qur'an hanya sebatas ritual rutinitas saja, akan tetapi tidak paham maknanya,  apalagi membaca tidak dengan dasar iman dan taqwa kepada Allah. Ketiga, al-Qur'an sebagai petunjuk (hudan) dirasakan manfaatnya,  agar manusia tetap berada di jalan yang benar.  

Salah satu kelemahan manusia adalah mudah terpengaruh  kepada hal-hal yang menyimpang dari sosial-ekonomi.Dalam konteks sosial manusia di ciptakan  Allah sebaik-baik ciptaan untuk membentuk tatanan umat  terbaik (khaira ummah). Qs Ali Imran ayat 110. 

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ 

Artinya:  Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Namun kebanyakan manusia fasik karena tidak membekali hidup dengan dasar iman, ilmu dan amal saleh. 

Keempat, al-Qur'an diturunan berfungsi sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Namun fakta sosial masih banyak kehidupan kehidupan masyarakat  yg belum beruntung baik secara sosial-ekonomi maupun sosial politik. 

Hal ini terjadi banyak faktor diantaranya belum sejajar antara pranata sosial dengan kekuatan ekonomi masyarakat. Konsep ekonomi dalam hal jual beli atau tijarah  merupakan pintu rezeki amat sangat luas,  karenanya umat harus di dorong berniaga yang halal dan baik (thoyyib). 

Mengapa Allah membuka pintu rezeki yg luas bagi yang melakukan jual beli ? Karena dalam Islam  senagai agama rahmatan lil 'alamin telah memberikan penjelasan yang tegas,  lugas tentang jual beli.

Pertama, secara bahasa, jual beli berasal dari kata al-bay’u yang memiliki arti mengambil dan memberikan sesuatu. Ada juga yang mengartikan sebagai aktivitas menukar harta dengan harta.

Kata al-bay’u adalah turunan dari kata al-bara yang memiliki arti depa. Mengapa depa? Karena pada saat itu orang arab mengulurkan depa mereka saat melakukan transaksi jual beli yang kemudian diiringi dengan saling menepukkan tangan sebagai pertanda bahwa seluruh transaksi/akad telah berjalan dengan lancar dan telah terjadi perpindahan kepemilikian secara halal dan thoyib. 

Kedua,  secara istilah, jual beli dalam Islam adalah transaksi tukar menukar yang memiliki dampak yaitu bertukarnya kepemilikan (taqabbudh) yang tidak akan bisa sah bila tidak dilakukan beserta akad yang benar baik yang dilakukan dengan cara verbal/ucapan maupun perbuatan yang mendatangkan rezeki.

Berdasarkan empat poin diatas, upaya menciptakan kesalehan sosial-ekonomi wajib hukumnya,  berdasarkan kekuatan imam, sebab  setiap umat Islam,  wajib hukumnya beriman sejalan dengan prinsip rukun iman. 

Meningkatkan keimanan kepada SWT merupakan prinsip dasar  untuk memperoleh rahmat Allah. Dengan adanya nuzulul Quran atau  memperingati turunnya quran, maka sudah seharusnya umat muslim membaca Al – Quran agar selalu dirahmati Allah SWT dan mendapatkan perlindungan dari malaikat. Membuat seseorang berperilaku mulia.Nuzulul Quran juga dapat mengubah perilaku sosial-ekonomi yang tadinya kurang baik atau tidak bagus, maka dengan adanya nuzulul quran maka akan membuat seseorang tersebut menjadi seseorang yang berperilaku mulia dan terpuji. 

Dengan demikian  peringatan nuzul Al-Qur'an dapat membuat seseorang menjadi lebih tenang pikirannya, dan tidak selalu memikirkan dunia yang hanya sementara ini, orang yang mengamalkan dan mengerjakan nuzulul Qur'an, maka tidak akan pernah menyia-nyiakan waktu dalam hidupnya untuk melakukan amal sosial agar  terwujud kesalehan sosial. 

Dalam membangun sosial-ekonomi masyarakat, maka harus berangkat dari pemahaman Al-Quran yang utuh.Dalam kitab Shahihnya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Hajjaj bin Minhal dari Syu’bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubaidah dari Abu Abdirrahman As-Sulami dari Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”

Semoga nuzul qur'an 17 Ramadhan 1441 / 10 Mei 20 bangsa kita mampu mewujudkan kesalehan sosial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement